Page 150 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 150
1. Penyatuan Model Pengembangan dengan
Konteks Lokalitas
Pengembangan media pembelajaran berbasis lokal-
digital menuntut pendekatan yang terstruktur namun fleksibel,
sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan pedagogis, nilai
budaya, dan perkembangan teknologi digital secara simultan.
Dua model pengembangan yang paling banyak digunakan,
yaitu ADDIE (Analysis, Design, Development,
Implementation, Evaluation) dan Dick & Carey, telah terbukti
memberikan kerangka sistematis dalam perancangan
pembelajaran. Namun, jika diterapkan secara mekanis tanpa
penyesuaian, model ini berisiko menghasilkan produk yang
seragam, kurang peka terhadap konteks budaya, dan sulit
diterapkan di lingkungan belajar yang beragam seperti
Indonesia (Mesra, 2023).
Karena itu, pendekatan yang dibutuhkan adalah
penyatuan model klasik dengan lensa lokalitas, atau yang
dapat disebut sebagai contextualized instructional design.
Dalam kerangka ini, setiap tahapan ADDIE atau Dick &
Carey diperkaya dengan dimensi kultural, sosial, dan ekologis
setempat.
Tahap Analisis tidak hanya berfokus pada kompetensi
kurikulum, tetapi juga mengeksplorasi aset budaya lokal -
cerita rakyat, praktik ekologi tradisional, kerajinan, bahasa
daerah - sebagai sumber belajar. Di sini, FGD (Focus Group
Discussion) dengan guru, tokoh adat, orang tua, bahkan siswa
menjadi krusial untuk memastikan kebutuhan yang
diidentifikasi bersifat inklusif dan representatif.
Tahap Desain menekankan penyusunan storyboard
dan alur media yang selaras dengan prinsip pedagogis
sekaligus sensitif terhadap simbol dan narasi budaya. Prinsip
Cognitive Load Theory (Moreno & Mayer, 2019) tetap diacu
agar integrasi teks, gambar, dan audio tidak membebani
siswa, namun ditambah dengan prinsip cultural
responsiveness, yaitu memastikan penggunaan bahasa,

