Page 155 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 155
penghormatan terhadap knowledge sovereignty), serta
pengalaman pengguna (kepuasan, keterlibatan, dan
kemudahan penggunaan). Evaluasi ini tidak hanya
menjadi instrumen untuk perbaikan, tetapi juga dasar
untuk replikasi model ke sekolah lain dengan konteks
budaya yang serupa.
Dengan mengikuti kerangka tersebut, LDLIM
memperlihatkan bahwa digitalisasi bukan berarti
melepaskan diri dari akar budaya. Sebaliknya, teknologi
justru diposisikan sebagai medium penguat relasi antara
pengetahuan lokal dan kompetensi global. Peserta didik
tidak hanya memperoleh keterampilan abad ke-21,
seperti literasi digital, kolaborasi, dan berpikir kritis,
tetapi juga memperkokoh identitas kultural mereka
dalam ruang kelas digital.
3. Laboratorium Riset dan Peran Dosen sebagai
Arsitek Inovasi
Dalam era pendidikan digital, peranan dosen tidak
lagi terbatas pada penyampai materi, melainkan bergeser
menjadi arsitek inovasi yang mampu merancang,
memfasilitasi, dan memvalidasi pembelajaran berbasis
teknologi serta kearifan lokal. Sebagai arsitek inovasi,
dosen berperan mengintegrasikan fungsi pengajar,
peneliti, mentor, sekaligus produsen konten digital lokal.
Salah satu strategi kunci adalah membangun
laboratorium riset berbasis kelas nyata. Laboratorium ini
tidak hanya berfungsi sebagai ruang eksperimen teknis,
tetapi juga arena integrasi antara teori desain
pembelajaran dengan praktik kontekstual. Melalui
kerangka ADDIE atau Dick & Carey, dosen dapat
mengembangkan dan menguji produk digital berbasis
kearifan lokal, lalu memvalidasi efektivitasnya dengan
penelitian tindakan kelas (action research) atau

