Page 152 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 152
mengadopsi kerangka global yang mapan, namun diisi
dengan konten, nilai, dan praktik lokal. Parry (2007)
menegaskan bahwa digitalisasi budaya hanya bermakna
ketika teknologi berfungsi sebagai perantara, bukan
pengganti, nilai tradisi. Dengan demikian, penyatuan model
klasik dengan lokalitas tidak hanya menjamin efektivitas
teknis, tetapi juga memperkokoh identitas kultural dalam
ruang kelas digital.
2. Model Integrasi Lokal-Digital: Tawaran dan
Praktik Inovatif
Model integrasi lokal-digital, atau Local-Digital
Learning Integration Model (LDLIM), lahir dari
kebutuhan untuk menyatukan kekuatan inovasi teknologi
dengan kekayaan nilai dan praktik lokal. Model ini tidak
sekadar berfokus pada pengembangan media
pembelajaran berbasis digital, tetapi menekankan
pentingnya menghadirkan pengalaman belajar yang
bermakna, kontekstual, dan berakar pada kehidupan
nyata peserta didik. Dengan cara ini, LDLIM menjadi
jembatan strategis yang menghubungkan teknologi global
dengan identitas kultural lokal, sehingga pembelajaran
mampu mencetak generasi yang melek digital sekaligus
berakar budaya.
LDLIM bekerja dalam dua ranah utama. Pertama,
ranah desain digital, yang menghasilkan beragam media
seperti komik interaktif, animasi edukatif, e-module
multiformat, hingga aplikasi berbasis realitas tambahan
(augmented reality/AR). Produk digital ini didesain agar
menarik secara visual, adaptif terhadap gaya belajar
siswa, dan terintegrasi dengan prinsip pedagogis
mutakhir. Kedua, ranah pengalaman belajar, yang
menekankan keterhubungan media digital dengan
praktik nyata. Misalnya, kolaborasi dengan komunitas

