Page 154 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 154
Kedua, Desain Media dan Storyboard. Pada tahap
ini, alur cerita atau narasi media disusun dengan
memperhatikan runtutan logis, daya tarik, serta
interaktivitas (misalnya cabang cerita, kuis reflektif, atau
integrasi AR). Integrasi multimedia - teks, audio, visual,
dan animasi - dirancang selaras dengan prinsip Cognitive
Load Theory agar tidak membebani kapasitas kognitif
siswa (Moreno & Mayer, 2019). Selain itu, aspek
sensitivitas budaya, bahasa, dan simbol juga dikaji untuk
memastikan tidak terjadi reduksi makna atau distorsi
nilai.
Ketiga, Pengembangan Produk Digital. Storyboard
kemudian diterjemahkan ke dalam produk nyata berupa
video interaktif, e-module multi-format, komik digital,
game edukasi, atau aplikasi AR/VR yang
merepresentasikan budaya lokal. Proses ini melibatkan
kolaborasi multidisipliner: guru dan dosen sebagai
perancang pedagogis, desainer multimedia sebagai
pengembang teknis, serta komunitas lokal sebagai
penjaga otentisitas budaya. Kolaborasi ini menjamin
produk yang lahir tidak hanya valid secara akademis,
tetapi juga sahih secara kultural.
Keempat, Implementasi Pilot. Produk yang
dikembangkan diuji di kelas nyata. Guru berperan sebagai
fasilitator, siswa berfungsi ganda sebagai pengguna dan
co-creator, sementara peneliti bertugas mengevaluasi
efektivitas implementasi. Data dikumpulkan melalui
observasi keterlibatan siswa, wawancara reflektif, serta
pengukuran awal hasil belajar. Fase ini memberi ruang
untuk menemukan tantangan integrasi ke dalam RPP dan
memperbaikinya sebelum skala lebih luas.
Kelima, Evaluasi Berlapis. Evaluasi dilakukan pada
tiga dimensi: pedagogis (capaian belajar dan ketercapaian
kompetensi), budaya (keaslian representasi,

