Page 166 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 166

berjalan  secara  ad-hoc,  bergantung  pada  individu  atau
               proyek  jangka  pendek,  misalnya  hibah  penelitian  atau
               kegiatan ekstrakurikuler. Sayangnya, ketika dana proyek
               habis  atau  personel  kunci  berpindah,  produk  inovatif
               tersebut  sering  berhenti  berkembang  dan  tidak
               terpelihara.
                       Ketiadaan  model  pendanaan  berkelanjutan
               memperburuk  situasi  ini.  Tanpa  dukungan  kebijakan,
               insentif,  atau  skema  bisnis  sosial  yang  jelas,  produk-
               produk  inovatif  hanya  berhenti  pada  tahap  prototipe.
               Implikasi dari  kondisi ini adalah  hilangnya  kontinuitas,
               rendahnya  keberlanjutan,  dan  gagalnya  inovasi  untuk
               mencapai skala yang lebih luas.
                       Dari  tantangan  yang  telah  diuraikan  di  atas,  jelas
               terlihat  bahwa  integrasi  lokal-digital  dalam  pembelajaran
               tidak  dapat  dipandang  hanya  sebagai  urusan  teknis
               pengembangan media, tetapi merupakan isu struktural yang
               melibatkan dimensi infrastruktur, kapasitas guru, kurikulum,
               etika,  dan  tata  kelola.  Setiap  tantangan  memiliki  implikasi
               yang saling terkait dan menuntut refleksi kritis:
                       Pertama,  kesenjangan  infrastruktur  di  wilayah  3T
               tidak hanya menimbulkan masalah akses, tetapi juga berisiko
               memperlebar  ketimpangan  representasi  budaya.  Hal  ini
               mengingatkan  kita  bahwa  digitalisasi  pendidikan  harus
               diiringi  dengan  kebijakan  pemerataan  konektivitas  dan
               investasi teknologi yang adil. Jika tidak, proses digitalisasi
               hanya  akan  memperkuat  dominasi  budaya  yang  sudah
               terhubung, sementara budaya minoritas tetap termarginalkan.
                      Kedua,  kapasitas  guru  dan  dosen  menunjukkan
               bahwa  literasi  digital  bukan  hanya  persoalan  keterampilan
               teknis, tetapi juga tentang kesiapan pedagogis dan keberanian
               untuk  bereksperimen.  Guru  yang  diberdayakan  dengan
               pelatihan berbasis riset dan dukungan institusional cenderung
               lebih  mampu  menghasilkan  media  yang  otentik  sekaligus
   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171