Page 169 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 169
pembentukan profil guru abad ke-21. Modul kuliah semisal
Instructional Design harus dilengkapi dengan praktik
eksplorasi budaya lokal yang didigitalisasi. Agenda ini dapat
dimulai dengan pilot project di LPTK tertentu, kemudian
diperluas ke skala nasional.
Keempat, Tata Kelola Etika dan Otentisitas Budaya.
Digitalisasi budaya harus dibangun di atas mekanisme etis
yang kuat. Agenda ke depan adalah menyusun pedoman
nasional berbasis prinsip Free, Prior, and Informed Consent
(FPIC), disertai panduan benefit-sharing dan lisensi terbuka
yang menghormati komunitas. Lembaga riset dan universitas
dapat berperan sebagai mediator, sementara pemerintah
daerah bertindak sebagai fasilitator. Contoh praktik baik
datang dari Australia melalui kebijakan Indigenous
Knowledge Management yang menekankan knowledge
sovereignty komunitas adat.
Kelima, Penguatan Tata Kelola Kolaborasi dan
Model Pendanaan. Inovasi lokal-digital harus keluar dari
jebakan proyek ad-hoc. Agenda penting adalah membentuk
konsorsium universitas–komunitas–industri yang mengelola
laboratorium riset berkelanjutan. Pendanaan dapat bersumber
dari kombinasi hibah riset, CSR perusahaan, dana pendidikan
daerah, hingga model kewirausahaan sosial berbasis konten
budaya. Dengan cara ini, keberlanjutan tidak hanya bertumpu
pada satu sumber dana.
Keenam, Monitoring, Evaluasi, dan Penelitian
Lanjutan. Agenda terakhir adalah membangun kerangka
evaluasi yang seimbang antara aspek teknis, pedagogis, dan
kultural. Indikator tidak hanya menghitung jumlah media
yang dihasilkan, tetapi juga melihat sejauh mana konten
diadopsi, diterima komunitas, dan berdampak pada capaian
belajar siswa. Penelitian lanjutan juga perlu diarahkan pada
tiga bidang: (a) efektivitas media lokal-digital dalam

