Page 9 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 9
sering kali menimbulkan kebingungan orientasi - sebuah
kondisi di mana keterikatan pada akar budaya melemah
dan identitas kultural menjadi cair. Dalam konteks
tersebut, kearifan lokal bukan sekadar warisan simbolik;
ia berfungsi sebagai jangkar yang memberi makna,
kontinuitas, dan arah. Ketika nilai-nilai lokal hadir secara
terencana dalam proses pendidikan, mereka bekerja
bukan hanya sebagai objek yang diajarkan, melainkan
sebagai praktik hidup yang menguatkan rasa memiliki,
harga diri budaya, dan kapasitas kritis terhadap arus
modernitas (Susilo, 2019).
Kearifan lokal menegaskan kembali hubungan
individu dengan komunitas dan lingkungan: ia
menyediakan narasi kolektif - cerita, ritual, norma,
pengetahuan ekologis - yang membentuk bingkai nilai
bagi tumbuhnya moral dan etika. Dalam praktik
pendidikan, internalisasi nilai-nilai ini membantu peserta
didik membangun pijakan identitas yang stabil, sehingga
ketika mereka berinteraksi dengan kultur global, mereka
dapat menimbang dan memilih secara kritis. Integrasi
nilai lokal ke dalam pembelajaran memberi ruang bagi
peserta didik untuk mengalami pengalaman estetis,
emosional, dan praktis yang menghidupkan kembali
kebanggaan budaya - tidak sekadar sebagai fakta yang
dipelajari, tetapi sebagai kapasitas untuk bertindak,
berkreasi, dan merawat warisan bersama (Istiningsih,
2021).
Mengubah kearifan lokal menjadi alat penangkal
krisis identitas memerlukan pendekatan pedagogis yang
konkret dan kontekstual. Pertama, pendidikan harus
memindahkan kearifan lokal dari bingkai ekspositori
menjadi praktik partisipatif: cerita rakyat bukan hanya
dibaca, tetapi direkonstruksi melalui teater kelas, podcast
warga, atau pembuatan film pendek oleh siswa;

