Page 102 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 102

BERBAGAI PANDANGAN FUNDAMENTAL MENGENAI ISLAM HINDIA  —  81


               menerima klaim kefasihannya, mengingat de Houtman memahami bahwa
               Syahadat berarti Muhammad adalah “kekasih” Tuhan, bukan “utusan”-Nya.
               Bagaimanapun,  tampaknya  sang  Cheech  atau  “penasihat  tertinggi  raja”,
               (paling mungkin Syekh Syams al-Din dari Pasai) menganggap bahasa Melayu
               de Houtman cukup baik sehingga sang syekh memintanya menerjemahkan
               beberapa surat berbahasa Belanda. 11
                    Pernah dinyatakan bahwa para pelancong Belanda awal seperti Houtman
               bersaudara  anti  terhadap  Islam  dan  oleh  karena  itu  hanya  mencurahkan
               sedikit upaya untuk menggambarkan agama tersebut dibandingkan perhatian
               yang mereka berikan pada agama-agama India dan Tiongkok yang lebih baru.
               Mereka  hanya  menyebutkan  ciri-ciri  tertentu  yang  menarik  minat  karena
               sangat berbeda dari Islam yang mereka lihat lebih jauh di Barat. Keakraban
               yang  telah  lama  dengan  Islam  ditunjukkan,  misalnya,  oleh  pemuatan  van
               Neck terhadap beberapa pasase yang diambil dari sebuah versi Portugis Alf
               masa’il,  yang  sudah  beredar  di  Eropa  sejak  penerjemahannya  dari  bahasa
               Arab ke bahasa Latin pada abad kedua belas. Namun, ini tampaknya muncul
               segera setelah penggambaran iring-iringan menuju masjid di Ternate, yang
               menyarankan bahwa teks tersebut sengaja direproduksi karena ia dikenal di
               Kepulauan  Maluku  (dengan  demikian  seabad  sebelum  François  Valentijn
               [1666–1727] mendokumentasikan keberadaan banyak salinan teks tersebut
               di sana). 12
                    Secara  keseluruhan  kiranya  adil  menyatakan  bahwa  keuntunganlah
               sebenarnya yang utama dari ekspansi Belanda, bukannya perjumpaan antar-
               iman, meskipun nyatanya Gereja Reformasi Belanda mengincar Hindia sejak
               permulaan operasi di sana. Semula keprihatinan mereka bersifat domestik,
               mengkhawatirkan  jiwa  orang-orang  Belanda  terkatung-katung  di  tengah
               lautan kekaf ran. Itinerario sudah menjelaskan bahwa seluruh wilayah Timur
               “dirasuki”  oleh  sekte  Mahometish  dan  “mesquita-mesquita”-nya,  meskipun
               ini jelas kurang “menyeramkan” dibandingkan yang dipersembahkan kaum
               Brahman di “pagoda-pagoda” mereka.  Di Amsterdam pada Februari 1603
                                                13
               ketujuh  belas  Direktur  Kongsi  Hindia  Timur  Bersatu  (VOC)  yang  baru
               dibentuk  menerima  sebuah  resolusi  yang  menyerukan  penunjukan  dua
               “orang  yang  tepat  dan  kompeten  untuk  mengabarkan  Firman Tuhan  dan
               menjauhkan  orang-orang  dari  godaan  kaum  Moor  dan  Ateis”.  Tak  lama
                                                                      14
               kemudian kaum Moor dan Ateis itu sendiri menjadi sasaran yang dimaksud.
               Bahkan,  pada  1606  sebuah  kontrak  dibuat  dengan  seorang  mahasiswa  di
               Leiden dengan maksud mengajarinya “bahasa Maleytse atau bahasa Hindia
               lainnya yang sesuai” untuk mengajarkan “Firman Tuhan kepada orang-orang
               Kaf r yang buta”. 15
                    Bahkan, tanpa orang-orang terlatih dari metropolitan semacam itu (si
               mahasiswa  tidak  pernah  ditugaskan),  kalangan  pemuda  istana  Ambon  di
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107