Page 106 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 106

BERBAGAI PANDANGAN FUNDAMENTAL MENGENAI ISLAM HINDIA  —  85


                                         33
               Melayu  “Aceh”  de  Houtman.   Meski  demikian,  mereka  bersikeras  dalam
               upaya mereka mengkristenkan para penghuni pulau. Wiltens bekerja sama
               dengan Sebastiaan Danckaerts yang tiba pada 1618 mengembangkan kamus
               de  Houtman.  Danckaerts  juga  menggarap  versi  perbaikan  katekismus
               Aldegonde. Kedua buku tersebut diterbitkan berdasarkan perintah Majelis
                                                                34
               Amsterdam  pada  1623  hingga  berjumlah  ribuan  kopi.   Tampaknya  ada
               sesuatu yang menyebabkan optimisme itu di kalangan VOC, terutama ketika
               pulau-pulau penting di Kepulauan Banda berhasil dikuasai Belanda selama
               masa jabatan Gubernur Jenderal Jan Pietersz Coen (bertugas dari 1618 hingga
               1623  dan  sekali  lagi  sejak  1624  sampai  1629),  seorang  pengikut  fanatik
               Calvinisme Dortian yang memiliki harapan mengubah agama semua “orang-
               orang Hindia”. 35
                    Akan tetapi, tidak semuanya sejalan dengan keinginan Belanda. Surat-
               surat  dari  Ambon  kerap  menyesalkan  keramahtamahan  yang  ditunjukkan
               kepada  “para  paus”  Banda,  yang  mendirikan  sekolah-sekolah  di  antara
                                                                 36
               penduduk setempat untuk mengajarkan “hukum Moor”.  Sebagai balasan,
               Belanda  membakar  masjid-masjid  yang  baru  didirikan  di  berbagai  tempat
               mereka mengklaim yurisdiksi dan menempatkan pasukan untuk mencegah
               kembalinya  misionaris  muslim.   Seorang  pedagang  senior  memungkasi
                                           37
               suratnya pada Agustus 1619 dengan tulisan tentang beragam masjid baru:
               “Inilah warisan tanah ini, benar-benar tahu orang-orang Moor merupakan
               musuh bebuyutan kita, yang tampaknya baik-baik saja di luar, tetapi palsu di
               hati”.  38
                    Kepalsuan semacam itu juga dihubungkan dengan para mualaf dalam
               lingkaran Belanda, terutama mereka yang patuh untuk disunat oleh orang-
               orang  Banda  atau  Gujarat.  Setelah  mengirim  ekspedisi  untuk  membakar
               sebuah masjid dan sekolah yang didirikan oleh orang-orang murtad setempat
               di  “Rossonive”  pada  Juni  1619,  Gubernur  Ambon,  Herman  van  Speult
               (menjabat  1618–24),  berusaha  membuat  Danckaerts  meyakinkan  “dua
               moodens atau paus Moor” dalam wilayah istana untuk berhenti dari semua
               aktivitas lebih jauh. Van Speult kemudian mengancam semua orang Kristen
               setempat  dengan  penyitaan  harta  benda  mereka  dan  pengusiran  untuk
               dibuang atau dibunuh kalau mereka terlibat dalam berbagai “takhayul” Moor
               seperti mengenakan serban. Dia juga mengeluarkan ancaman keras bahwa
               mereka yang memiliki nama Kristen tetapi berhati Moor akan segera punah. 39
                    Terdapat beberapa momen yang pastinya penuh harapan bagi Belanda,
               seperti  perpindahan  agama  sebagian  penghuni  pulau  kecil  Rozengain,  di
               Kepulauan  Banda,  pada  Agustus  1622.   Setelah  memberikan  pengajaran
                                                  40
               mengenai  Sepuluh  Perintah Tuhan  dan  Doa  Bapa  Kami,  dengan  bantuan
               bangsawan  setempat  yang  menjelaskannya  dalam  bahasa  Melayu,  para
               misionaris  ditemui  oleh  kerumunan  banyak  orang  yang  bertanya  kapan
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111