Page 108 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 108

BERBAGAI PANDANGAN FUNDAMENTAL MENGENAI ISLAM HINDIA  —  87


               dia  terlibat  dalam  penyebarannya.  Dalam  sebuah  usaha  terkait,  Heurnius
               mengalihkan upayanya ke bidang leksikograf  Melayu dengan memperbarui
               karya Wiltens dan Danckaerts atas perintah VOC pada 1650. 45
                    Dibandingkan  kecermatan  upaya-upaya  Heurnius,  dan  meski  ada
               pernyataannya  bahwa  sukses  besar  telah  diraih  oleh  Walaeus,  hasil  yang
               dicapai para mahasiswa di Leiden sangatlah tidak memadai. Collegium hanya
               melatih dua lusin pengkhotbah, yang dikirim ke pos-pos di Ceylon, Ambon,
               dan Formosa, sebelum ditutup oleh VOC pada 1632. Pada saat itu Heurnius
               bentrok  dengan  pihak  berwenang  di  Batavia  mengenai  tingkat  kebebasan
               yang diizinkan bagi misi, baik oleh VOC maupun dewan-dewan metropolitan
               yang saling bersaing. Terlepas dari pernyataan resminya, pada 1630-an VOC
               pastinya tak terlalu berminat pada komitmennya. Memang benar bahwa ada
               penyangkalan  terhadap  rencana  penutupan  Collegium  Indicum  dan  janji
               samar-samar  untuk  mendukung  pelatihan  misionaris,  tetapi  dewan  “tujuh
               belas”  menganggap  akan  lebih  ef sien  melatih  putra-putra  para  pegawai
               Belanda setempat di sebuah seminari di Hindia. Pada kenyataannya, mereka
               tidak mendirikan lembaga semacam itu untuk sekian waktu mendatang. Pada
               Desember 1638 seorang misionaris yang menulis dari Batavia menyesalkan
               kenyataan bahwa tak satu pun dari laporan yang mereka kirimkan selama
               beberapa tahun sebelumnya mendapat tanggapan. 46
                    Bahasa  Melayu  atau  Jawa  yang  bisa  dipelajari  di  Belanda  jelas  tetap
               merupakan kepentingan sekunder bagi beberapa orang dibandingkan tugas
               yang lebih genting, yaitu menghadapi Katolik dan setelahnya menghadapi
               muslim yang paling dekat dengan jangkauan. Warga Universitas Leiden yang
               terdidik sejak lama menganggap studi komparatif bahasa-bahasa Semit jauh
               lebih bernilai bagi sebuah perguruan tinggi modern dibandingkan pengajaran
               bahasa Melayu. Pakar Arab, Golius, memiliki sebuah kamus bahasa Melayu
               ketika dia meninggal pada 1667. Namun, kecil kemungkinan bahwa dialah
               penyusunnya, mengingat banyak sekali kekeliruan ejaan dan def nisi istilah-
               istilah  bahasa  Arab,  belum  lagi  fakta  bahwa  kolom-kolom  bahasa  Melayu
               ditulis dengan huruf Latin, bukan Arab. 47
                    Pada  tilikan  pertama,  dokumen  ini  mungkin  mengingatkan  pada
               karya  guru  ortodoks  Heurnius.  Walaupun  begitu,  kemungkinan  ini  bisa
               dikecualikan berdasarkan alasan-alasan kodikologis, dan bisa saja Heurnius
               sendiri-lah  penyusunnya.   Siapa  pun  penyusunnya,  tampak  bahwa  dia
                                     48
               tidak tahu tentang dasar teologi sebagian dari istilah-istilah teknis yang telah
               disalinnya. Misalnya, penjelasannya yang ganjil mengenai “Aijaan thabida”
               (yakni, a’yan tsabita) sebagai “terlihat dan bisa didemonstrasikan”.  Ini persis
                                                                       49
               berlawanan  dengan  makna  istilah  tersebut  yang  sebenarnya,  yang  secara
               umum merujuk pada aspek-aspek ketuhanan yang tak bisa dimengerti dan
               berubah.  Dengan  demikian,  def nisi  tadi  mengingatkan  pada  sebuah  entri
   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113