Page 119 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 119

98  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


              Dinyatakan bahwa kompetisi seperti itulah yang mungkin menginspirasi
          Brandes  untuk  membuat  sketsa  para  santri  dan  “pendeta”  berserban  yang
          sedang shalat di Batavia.  Namun, kita mungkin tidak pernah mengetahuinya
                              95
          karena seperti hampir setiap kontes yang disponsori oleh komite, tak seorang
          pun pernah maju untuk mengklaim secara resmi hadiah sejumlah 100 ducat.
                                                                         96
          Juga  jelas  bahwa  meski  berkonsultasi  dengan  seorang  muslim  terpelajar
          memang disarankan, seseorang tidak boleh berkonsultasi terlalu dekat, seperti
          yang dialami Residen Surakarta, Andries Hartsinck (1755–1811), pada 1790
          ketika dia dicurigai karena mengenakan pakaian Jawa dan kerap mengunjungi
          keraton Pakubuwana IV untuk tujuan mendapat pelajaran agama. 97
              Para cendekiawan Belanda (dan beberapa Islamis Indonesia) bertanya-
          tanya apakah Pakubuwana IV mendukung sebuah faksi Wahhabi di keraton.
          Ricklefs  cenderung  menerima  pendapat  bahwa  Pakubuwana  sekadar
          mengikuti  penafsiran  yang  kurang  ortodoks  dan  anti-Karang  terhadap
                    98
          Syattariyyah.  Klik Pakubuwana bukanlah satu-satunya kekuatan keagamaan
          baru di tanah Jawa. Setelahnya, menyusul pelancong Inggris dan berbagai
          kelompok  kepentingan  Kristen  metropolitan  menyaksikan  pendirian
          Masyarakat Misionaris Belanda (Nederlandsch Zendeling Genootschap) di
          Rotterdam pada 1797, dengan pandangan mata tertuju pada hadiah yang
          belum dimenangi di Timur.


          SIMPULAN

          Pembahasan  singkat  di  atas  telah  menunjukkan  bahwa  kita  perlu
          mempertimbangkan sejarah panjang kompetisi antara Kristen Protestan dan
          Islam di Nusantara dalam kaitannya dengan gagasan-gagasan yang diterima
          mengenai apa makna agama yang disebut terakhir ini bagi orang-orang Eropa
          dalam  konteks  perdagangan  dan  imperium.  Tampaknya  Islam  memang
          merupakan musuh yang tak asing di bagian dunia baru. Kehadirannya (dan
          ekspansinya  yang  patut  diperhatikan)  tidak  niscaya  memunculkan  banyak
          materi tercetak. Walaupun begitu, beberapa cendekiawan Belanda, banyak
          di  antaranya  adalah  klerikus,  berhasil  mendapatkan  gagasan-gagasan  baru
          mengenai Islam dalam proses memperoleh teks-teks Melayu yang diniatkan
          sebagai  bekal  untuk  penerjemahan  Injil.  Sebagaimana  akan  kita  lihat,
          pengalaman dan analisis tak langsung semacam itu—meski serampangan dan
          penuh muatan ideologis—akan mewarnai banyak interaksi yang akan terjadi
          kemudian.
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124