Page 121 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 121

100  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


          adalah Letnan Gubernur Jawa masa depan (menjabat 1811–1816), T omas
          Stamford Raf  es (1781–1826) dan Surveyor Jenderal India, Kolonel Colin
          Mackenzie  (1753–1821).  Keduanya  berusaha  mendapatkan  teks  apa  pun
          sebisanya, kerap dengan menjarah perpustakaan istana-istana yang mengintai
                                           4
          kesempatan  untuk  kembali  merdeka.   Sayangnya,  sebagian  dari  koleksi
          Raf  es musnah dilalap api di kapal Fame pada 1824. Sebagian besar materi
          lain, serta banyak koleksi Mackenzie, berhasil sampai di London pada saat
          yang bersamaan dengan pengapalan sisa-sisa koleksi Islam dari perpustakaan
          Palembang ke Batavia Belanda. 5
              Sebelum  kedatangan  Raf  es,  minat  Inggris  terhadap  urusan-urusan
          di  luar  India  “mereka”  sudah  berkembang,  paling  menonjol  dalam  diri
          pendukung Raf  es, William Marsden (1754–1836), sang veteran Bencoolen
          (Bengkulu).  Ketika  dia  menerbitkan  History  of  Sumatra-nya  pada  1783,
          Marsden  mengungkapkan  sedikit  keterkejutan  pada  kurangnya  minat
          terhadap sejarah yang ditunjukkan oleh Portugis dan para pesaing mereka
          dari  Atlantik  Utara.  Karena  belum  pernah  melihat  prosiding  Masyarakat
          Batavia, Marsden menyatakan bahwa keengganan Belanda untuk mencatat
          sejarah wilayah kekuasaan adalah akibat kegemaran mereka pada kerahasiaan
          perdagangan.  Marsden  melangkah  hingga  sejauh  menghubungkan  hal  itu
          dengan “apa yang diyakini sebagai kecondongan watak bangsa [mereka] ...
          [dan]  kecintaan  mereka  pada  keuntungan,  yang  cenderung  mengalihkan
          pikiran dari semua pencarian liberal”. 6
              Dibandingkan  Raf  es,  yang  tidak  ragu-ragu  untuk  mempergunakan
          sekaligus menutup jalan bagi kontribusi para cendekiawan Belanda, Marsden
          memperbaiki  pernyataannya  yang  berlebihan  itu  pada  edisi-edisi  berikut
                                                                          7
          dari  karyanya  tersebut,  dengan  memberi  penghormatan  kepada  Valentijn.
          Selain itu, dia mengenali berbagai kegagalan para pendahulu Inggris-nya di
          Bencoolen.  Ketika  mengumpulkan  dan  membandingkan  sekelompok  teks
          Islami yang sekarang berada di perpustakaan School of Oriental and African
          Studies di London, Marsden percaya bahwa Islam adalah pengaruh asing yang
          melenyapkan kebudayaan asli bangsa-bangsa di Nusantara. Dia tidak menyukai
          penggunaan istilah “Melayu” karena jubah seorang muslim didasarkan hanya
          pada sunat dan kemampuan untuk membaca tulisan Arab dan menyesalkan
          proses yang membuat orang-orang Minangkabau “kehilangan sebagian besar
                                     8
          karakter Sumatra sejati mereka”.  Lebih jauh dia menuding bahwa jati diri
          orang  Aceh  lebih  lemah  lagi  karena  telah  mengadopsi  cara-cara  Arab  dan
          aksara Arab secara begitu menyeluruh. Meskipun menyatakan bahasa Melayu
          bisa disombongkan sebagai “bahasa Italia dari Timur”, Marsden menyesalkan
          bahwa bahasa Arab berhasil melakukan “invasi sehari-hari” dalam bentuk Al-
          Quran dan buku-buku lain di atas kertas yang memuat “dongeng-dongeng
          legenda” yang dianggapnya hanya memiliki sedikit kegunaan sebagai karangan. 9
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126