Page 125 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 125

104  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


              Di bawah bimbingan pemerintah yang memahami dan kebapakan, tak lama
              lagi orang-orang Jawa akan menganut Kristen meski tidak dalam nama, tapi
              dalam praktik. Menurut cara pikir saya, yang terakhir lebih berharga ketimbang
              yang pertama. 21

              Surat Nahuijs diterbitkan di Breda pada 1826. Terlepas dari apa yang
          disesalkannya  sebagai  “rangkaian  keadaan  yang  tak  menguntungkan”  yang
          memaksa  Belanda  bertempur  merebut  hampir  seluruh  bekas  kekuasaannya
          sehingga “darah penduduk pribumi ... tertumpah di seantero tanah kekuasaan
          ini”, tatanan Belanda sudah bergerak menuju pemulihan penuhnya.  Selain
                                                                    22
          itu, Inggris dan Belanda, meski aktif bersaing satu sama lain, bersama-sama
          memanfaatkan  kekuatan  ilmu  pengetahuan  dan  retorika  agama  untuk
          mendukung usahanya, yang digambarkan oleh seorang misionaris pada masa
          belakangan sebagai “mengenalkan peradaban ke tengah-tengah jutaan orang”. 23



          MENCETAK ULANG PENGETAHUAN KRISTEN
          Untuk  sebagian  orang,  kekuasaan  peralihan  Inggris  lebih  dari  sekadar
          menyurvei  wilayah  yang  baru  saja  dimenangkan  untuk  meningkatkan
          reputasi pribadi mereka. Di antara pasukan ekspedisi, terdapat mereka yang
          memandang Nusantara sebagai lapangan misi potensial, terlepas dari berbagai
          sejarah kegagalan mereka di kawasan ini. Yang mereka miliki dan tidak dimiliki
          para pendatang terdahulu adalah alat cetak yang mudah dibawa-bawa. Bagi
          mereka, ini sama penting dengan meriam bagi serdadu pelindung mereka.
              Tentu saja karya-karya tercetak mudah dikenal. Bagian-bagian Injil Matius
          karya  Ruyl  dikirimkan  dari  Enkhuizen  awal  1629,  diikuti  salinan-salinan
          Perjanjian Baru-nya yang kemudian diperbaiki oleh Heurnius pada 1650-an.
          VOC mengawasi penerbitan teks-teks keagamaan sejak 1659 seiring usaha
          menjaga hubungannya yang ambigu dengan gereja-gereja reformasi. Adalah
          kekuasaan  peralihan  Inggris  dan  penemuan  litograf   yang  memungkinkan
          ledakan aktivitas cetak di kawasan ini. Tak lama setelah kedatangan para agen
          Masyarakat Misionaris London, kegiatan percetakan dimulai; di Malaka pada
          1817, Negeri-Negeri Selat dan Batavia pada 1822, dan Padang pada 1834.
                                                                         24
          Inggris  sekali  lagi  diikuti  oleh  Belanda  melalui  pendirian  Masyarakat  Injil
          Belanda pada 1814, yang bekerja untuk memastikan kitab suci tersedia baik
          dalam aksara Jawi maupun Latin. Proyek pertama adalah pengerjaan ulang
          Injil Leijdecker, yang dicetak pada 1820. 25
              Media ini menjanjikan, tetapi para misionaris mengakui bahwa kendala
          budaya utama masih harus diatasi. Pada Juli 1828 W.H. Medhurst (1796–
          1857)  melaporkan  dari  Singapura  mengenai  berbagai  kesulitan  serta  jalan
          keluar yang mungkin:
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130