Page 127 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 127

106  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


          adalah hal lain. Itulah kunci persoalannya, persoalan yang akan menjangkiti
          pemahaman kolonial mengenai periode cikal bakal dalam sejarah Islam di
          Asia Tenggara. Ketakutan pun kini naik pentas.






















              Gambar 5. Makam Malik Ibrahim, dari Van Hoëvell, Reis over Java, I, 156–57.


          PARA PENDETA PERANG
              Setelah itu dia menarik jamnya dari saku dan berkata kepada para pendeta, “Jika
              menghargai nyawa, Anda tidak akan buang-buang waktu dengan obrolan basa-
              basi.”  (Le Bron de Vexela kepada para pengikut Kiai Mojo, November 1828)
                  31
          Belanda dan Inggris sama-sama mengandaikan bahwa lawan mereka didukung
          oleh  sekelompok  pendeta,  sama  seperti  para  pendeta  mereka  sendiri.  Di
          Bengkulu,  para  pelopor  tren  terbaru  dari  Mekah  segera  dipanggil  (secara
          meremehkan) kaum “Padri”, yang merupakan pengolahan-ulang lama atas
          istilah Iberia untuk “pendeta”. Inggris sudah menggunakan istilah ini di India.
          Demikian pula Belanda telah merujuk sang mediator pseudo-Utsmani dari
          1753–54 sebagai “Padre Grande”. Dengan mudah istilah ini juga diadopsi
          oleh orang-orang Indonesia yang sinis. Pada 1850-an para misionaris di Jawa
          Barat disebut padri oleh orang-orang Sunda yang curiga. Ahmad Rifa‘i pun
          menyerang muslim yang bersekutu dengan Belanda dengan sebutan serupa. 32
              Orang Eropa memandang para haji dan imam sebagai pendeta-pendeta
          yang susah dihadapi. Di sisi lain, orang Eropa juga tak segan menyematkan
          pujian kepada mereka. Kolonel Nahuijs dan Raf  es sama-sama memandang
          kaum “Padre” sebagai para aktivis saleh yang berusaha “memperbaiki moral
          bangsa Melayu yang benar-benar merosot dan sangat bertentangan dengan
          ajaran-ajaran  Mohammedan  atau  Islam”.  Keduanya  bahkan  mencurigai
          (barangkali  karena  penamaan  mereka)  bahwa  semula  mereka  adalah
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132