Page 131 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 131

110  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


          Jawa sebagai seorang serdadu pada 1819 dan terlibat dalam pengajaran bahasa
          Melayu di Batavia, tempat dia juga menyusun sebuah gramatika bahasa itu.
          Sementara bagi rekannya yang ahli Jawa, A.D. Cornets de Groot (1804–29)
          yang tak berumur panjang, Melayu tidak mesti merupakan bahasa pilihan
          bagi mereka yang mulai bertugas di Hindia. Sekolah formal pertama untuk
          para pejabat, yang meniru College of Fort William di Kolkata dan mendapat
          dorongan dari pemberontakan Diponegoro, didirikan di Surakarta pada 1832
          di bawah bimbingan seorang Jerman J.F.C. Gericke (1799–1857), yang sudah
          dipekerjakan di Hindia oleh Masyarakat Injil Belanda.
                                                        43
              Setelah  sebuah  permulaan  yang  ambisius,  Gericke  meninggalkan
          panggung dan digantikan oleh penerjemah keturunan campuran Eropa-Asia
          untuk  Keraton  Solo,  C.F.  Winter  (1799–1859).  Catatan-catatan  Winter
          mewarnai tata bahasa yang muncul belakangan karya Taco Roorda (1801–
          79). Sekolah ini harus bekerja keras akibat ketatnya anggaran dan terbatasnya
          minat  pemerintah  sebelum  akhirnya  ditutup  pada  1843  dan  digantikan
          sekolah pelatihan dinas metropolitan yang didirikan di Delft pada 1842.
              Sebagian  orang  berpandangan  bahwa,  setelah  berbagai  perang  untuk
          menegaskan  dan  memperluas  kendali  Belanda  atas  Hindia,  upaya-upaya
          semacam itu terlalu sedikit dan terlambat. Namun, Delft bukanlah tempat
          pelatihan  pertama  di  Belanda.  Sudah  ada  pemikiran  untuk  mendirikan
          sebuah sekolah khusus di Leiden, dan Roorda van Eijsinga sudah direkrut ke
          Akademi Militer di Breda pada Oktober 1836, tempat dia mulai menggarap
          panduan mengenai Hindia yang berjilid-jilid, tapi hanya enam halaman yang
          berkaitan dengan praktik Islam di Jawa. 44
              Sejarawan  Belanda  Cees  Fasseur  pernah  bercanda  bahwa  rekrutmen
          Roorda van Eijsinga adalah sebuah contoh Mars (dewa perang Romawi—
          Penerj.) yang mengalahkan Minerva (dewi kebijaksanaan Romawi—Penerj.).
                                                                         45
          Namun, Mars tidak terlayani dengan baik oleh sang veteran dan dia pun segera
          dibarengi  oleh  seorang  muda,  P.J.  Veth  (1814–95),  yang  karya  utamanya
          menunjukkan  saling  hubungan  antara  iman  keagamaan,  orientalisme,  dan
          kadang  utilitarianisme  kolonial  yang  tidak  menyenangkan.  Berangkat  dari
          kecenderungan untuk mengambil karier klerikal yang dinyatakannya secara
          terbuka, Veth memanfaatkan tawaran Roorda van Eijsinga pada 1838 untuk
          bekerja sebagai guru bahasa Inggris dan Melayu (meskipun tidak pernah ke
          Hindia).
              Walaupun tidak pernah bepergian ke Timur, Veth pasti tahu perlunya
          mendemonstrasikan  pengetahuan  mengenai  bahasa  Arab  dan  Islam.  Ini
          dicapai dengan menghasilkan edisi teks Lubb allubab (Inti Segala Inti) karya al-
          Suyuti yang diberi pengantar dengan pernyataan bahwa bangsa Melayu tidak
                                                            46
          memiliki kesusastraan sebelum mereka mengadopsi Islam.  Veth tinggal di
          Breda selama tiga tahun sebelum pindah untuk mengajar di Atheneum yang
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136