Page 126 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 126

REZIM-REZIM BARU PENGETAHUAN  —  105


                    Orang-orang  Melayu  hanya  punya  sedikit,  atau  sama  sekali  tidak  punya,
                    buku  cetakan.  Ketika  diberi  buku  yang  dibuat  dengan  huruf  cetak,  mereka
                    menganggapnya  sama  sekali  berbeda  dan  begitu  asing  tampilannya.  Mereka
                    cenderung  menolaknya  berdasarkan  alasan  tersebut.  Pribumi  di  sini  telah
                    terbiasa membaca buku dengan titik-titik, yang sulit untuk diletakkan pada
                    setiap  kata  menggunakan  huruf  cetak.  Semua  ini  mudah  diperbaiki  dalam
                    percetakan litograf s: buku-buku yang dicetak menggunakan cara ini, memiliki
                    penampilan manuskrip. Dengan sebuah inskripsi Mohammedan di bagian awal,
                    terbitan kita mendapatkan penerimaan semudah terbitan mereka sendiri. 26

                    Dibutuhkan lebih dari sekadar inskripsi “Mohammedan” di bagian awal.
               Pengoperasian mesin-mesin cetak baru bergantung kepada para penerjemah
               lokal, yang mengambil lebih banyak hal dari juragan mereka daripada sekadar
               pengetahuan  mengenai  teologi  Kristen.  Contoh  paling  terkenal  adalah
               Munsyi  Abdullah,  yang  membantu  Leyden  di  Penang,  Raf  es,  Medhurst,
               dan  misionaris-misionaris  lainnya  di  Singapura.  Dengan  bekerja  bersama
               orang-orang ini selama dua dekade, Munsyi Abdullah mendapat pemahaman
               mengenai percetakan tipograf s. Kenangan tentang kebakaran di kapal Fame
               mendorongnya  memilih  jalan  pelestarian  sastra  dan  sejarah  Melayu  pada
               1840-an,  menciptakan  preseden  baik  bagi  Kemas  Azhari  di  Palembang
               maupun Husayn al-Habsyi di Surabaya. 27
                    Bukan berarti para pastor tidak mendapatkan pengikut baru atau bahwa
               mereka  tidak  memiliki  pemahaman  mengenai  agama  orang-orang  yang
               hendak mereka terima. Bahasa Arab berada di luar jangkauan pengetahuan
               kebanyakan  misionaris.  Terdapat  bukti  kuat  bahwa  di  Batavia  setidaknya
               mereka  mendapatkan  bantuan  aktif  pemeluk  baru  yang  memiliki  cukup
               pengetahuan  mengenai  bahasa  tersebut.  Teks  yang  relevan  adalah  sebuah
               salinan tulisan tangan dari Hikayat Maryam wa-‘Isa. Diselesaikan pada 1826,
               teks ini memuat banyak kutipan Injil dalam bahasa Arab dengan penjelasan
               bahasa Melayu. Dengan demikian, ini berjalan jauh melampaui inskripsi di
               awal ala Medhurst. Teks tersebut meniru karya tafsir tradisional yang penuh
               oleh penjelasan mengenai kitab suci. Pernyataan keimanan dirumuskan ulang
               sehingga bercorak mistis, “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan
               bahwa Yesus adalah ruh Allah.” 28
                    Sekali  lagi,  konsep-konsep  semacam  itu  sama  sekali  tidak  baru.  Kita
               bisa  mengingat  bahwa  ketika  dipenjara  di  Aceh,  Frederick  de  Houtman
               membangun pembelaannya terhadap agama Kristen berdasarkan penyebutan
               Al-Quran  terhadap  Yesus  sebagai  ruh  Allah,  juga  diketahui  bahwa  Isaac
               St.  Martin  memiliki  salinan  Mazmur  dalam  bahasa  Arab.   Tetapi,  teks-
                                                                   29
               teks semacam itu sekarang dicetak dalam jumlah besar, seperti serangkaian
               himne yang disusun oleh seorang pendeta Baptis yang aktif di Jawa, William
               Robinson  (1784–1853).   Meski  begitu,  bentuk  adalah  satu  hal  dan  isi
                                    30
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131