Page 133 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 133

112  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


                              51
          diterbitkan  pada  1853.   Kali  ini  editor  yang  dimaksud  adalah  Salomon
          Keijzer,  yang  tiba  di  Delft  setelah  kematian  dini  Meursinge  pada  1850.
          Panduan Keijzer didasarkan pada beberapa teks yang disimpan di Belanda dan
          Inggris. Teks-teks tersebut meliputi versi Banten yang dimiliki Taco Roorda,
          serta versi yang bersumber dari makalah-makalah mantan Gubernur Pesisir
          Timur Laut Jawa. Kumpulan makalah itu diwasiatkan Nicolaus Engelhard
          (1761–1831 atau 1750–1832) untuk Institut Kerajaan Bidang Linguistik dan
          Antropologi Hindia Belanda (KITLV) yang baru didirikan.  Setelah kematian
                                                           52
          dini Keijzer, Taco Roorda mengubah judul panduan tersebut menjadi Sebuah
          Buku Pegangan Hukum Mohammedan Berbahasa Jawa. 53
              Buku panduan ini tetap digunakan di kalangan pejabat di Jawa selama
          empat dekade berikutnya, bersama panduan Keijzer lain yang dihasilkan pada
          1853 dengan meniru upaya Prancis di Aljazair. Dalam karyanya, Handboek
          voor het Mohammedaansch regt (Buku Pegangan Hukum Mohammedan), Keijzer
          memberikan  argumen  yang  eksplisit  bahwa  hukum  Islam  “murni”—yang
          dijelaskan dalam terjemahannya atas Tanbih f  l-f qh (Pengingat Fikih) karya
          Ibrahim  b.  ‘Ali  al-Firuzabadi  (w.  1083)—harus  dipelajari  sebelum  melihat
          “penyimpangan-penyimpangan” apa pun yang muncul dalam berbagai hukum
          lokal di Hindia Belanda.  Barangkali karya terbaik untuk memahami pemikiran
                             54
          Keijzer  atau  ketakutannya  seputar  Islam  di  Hindia,  bisa  ditemukan  dalam
          sebuah koleksi esai yang diterbitkan pada 1860. Di situ dia mengemukakan
          pengetahuannya mengenai hukum Islam secara umum, terutama menyangkut
          kumpulan teks berbahasa Jawa dan Melayu yang dikopi di Batavia.
              Keijzer menegaskan bahwa orang-orang Hindia sama muslimnya seperti
          bangsa-bangsa lain. Pembacaan teks-teks Islam dan pemahaman mengenai
          haji penting untuk menghadapi orang-orang Hindia ini. Setelah Perang 1857
          di India, disusul pembantaian Jeddah pada 1858, kajian Keijzer mengajukan
          sebuah  tanda  tanya  besar  pada  akademi  serta  kepentingan  kolonial  yang
          diembannya  secara  eksplisit.   Pada  inti  pertanyaan  ini  terdapat  tuduhan
                                  55
          tentang kurangnya pengetahuan mengenai Mekah dan bagaimana persisnya
          pengaruh kota itu digunakan. Sebagaimana dia tuliskan:

              [D]i mana pun buku-buku [hukum] diringkas, diedit, dan diterjemahkan demi
              kepentingan umum, Islam akan menuntut rangsangan baru agar darah bergerak
              cepat di seluruh pembuluhnya. Rangsangan semacam itu akan ditemukan dalam
              perjalanan haji ke Mekah, yang dari sana daya-hidup dikirimkan ke negeri-
              negeri timur yang paling jauh. Dalam arti, Tanah Suci bukan sekadar tempat
              kelahiran Islam, melainkan juga dipelihara. Alih-alih, melalui perjalanan haji,
              Mekah menjadi landasan ajaran Mohammed disebarkan dan dibesarkan untuk
              hampir semua negeri Mohammedan. Dengan demikian, hal ini menunjukkan
              bahwa sejauh berkenaan dengan Kepulauan Hindia, patutlah kita seharusnya
              mengukur apa arti penting haji bagi wilayah kita. 56
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138