Page 171 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 171

150  —  ORIENTALISME DIGUNAKAN


          dibaca  berdampingan  dengan  beberapa  kontribusi  bagi  MNZG  (terutama
          karya Poensen) untuk menunjukkan bahwa orang-orang Muslim “yang paling
          maju”  dan  berpikiran  yuridis  selalu  merupakan  minoritas  yang  sadar  diri
          dalam masyarakat mereka di hadapan “para darwis dan parasit-parasit agama
          lainnya”. Namun, dengan pengetahuan yang mereka peroleh di sekolah-sekolah
          keagamaan, orang-orang Jawa dan Melayu ditunjuki “jalan yang benar”.
              Usaha keras mencari jalan ini bisa dilihat dalam terjemahan antarbaris
          mereka, yang menjadi saksi tekad mereka meraih “pengetahuan sejati”. Ada
          juga pengajaran yang keliru. Seperti yang di Jawa dikenal dalam bentuk ngelmu
          pasik, yang dikenali oleh sebagian misionaris yang melihat orang-orang Jawa
          dalam pakaian asing nan usang, yang menjadi pijakan bagi Snouck sendiri.
          Seperti Snouck laporkan, bahkan “khayalan-khayalan menyimpang” seorang
          “mistikus  Jawa  yang  kecanduan  madat”,  (dipublikasikan  oleh  Poensen)
          mengkhianati “sebuah warna muslim”. 14
              Terlepas  dari  mimpi-mimpi  madat  semacam  itu  dan  tantangan  yang
          dimunculkannya terhadap tatanan Belanda, Snouck mendesak agar mereka
          yang  baru  menerima  Islam  selama  lima  abad  tidak  dianggap  inferior
          dibandingkan yang telah dua belas abad. Snouck mengutip artikel Poensen
          yang  lain,  dari  1864,  tempat  dinyatakan  bahwa  terlepas  dari  yang  benar-
          benar  dilakukan  orang-orang  Jawa,  mereka  melakukannya  sebagai  “kaum
          Mohammedan  yang  baik”.  Snouck  bahkan  menyatakan  bahwa  seandainya
          ada  orang  Jawa  pergi  ke  Eropa,  dia  akan  mendapati  agama  Kristen  juga
          sama-sama merupakan jubah rombeng yang menghiasi kekaf ran yang ada di
          baliknya. 15
              Tak satu pun dari semua ini hendak mengatakan bahwa Snouck memiliki
          pandangan yang sepenuhnya positif mengenai rakyat Muslim negerinya yang
          sangat jauh. Dalam pembelaan tesisnya, Snouck dengan tak sabar menyarankan
          agar ibadah haji dibatasi. Dia memungkasi makalah Amsterdam-nya dengan
          sebuah peringatan bahwa kekuatan potensial para haji sama seperti “mesiu”
          di Hindia Belanda dan bahwa penyelidikan mengenai tepatnya yang mereka
          bawa  pulang  dari  kunjungan  ke  Samudra  Hindia  merupakan  hal  yang
          mendesak  untuk  dilakukan.  Mereka  pastinya  membawa  pulang  lebih  dari
          yang dikelakarkan van den Berg sebagai sekadar “dompet kosong, segenggam
          tanah  suci,  dan  kenangan  akan  banyak  ketidaknyamanan”.   Bahkan,  van
                                                              16
          den Berg menertawakan saran agar seseorang diutus ke Mekah. Namun, jelas
          bahwa  Snouck  sudah  lama  memikirkan  keterlibatannya  pada  masa  depan
          dengan Hindia melalui Kota Suci tempat banyak penduduknya berkumpul.
          Dia sangat menyadari pentingnya pengetahuan bahasa Melayu untuk usaha
          ini, sebagaimana ditegaskan van der Tuuk pada dekade sebelumnya bahwa
          seorang penerjemah Injil benar-benar harus “berdiri di atas pundak seorang
          ahli bahasa”. 17
   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176