Page 172 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 172

RENUNGAN-RENUNGAN DARI JAUH ...  —  151


                    Awalnya,  para  misionaris  menyambut  Snouck  sebagai  orang  yang
               berpikiran  sama.  Dalam  sebuah  ulasan  yang  hangat  atas  kuliahnya  di
               Amsterdam, yang sumber-sumber misionarisnya disebutkan dengan hormat,
               J.C. Neurdenburg (1815–95) mengaku tersanjung karena sudah mengantisipasi
               pemikiran Snouck mengenai pengakuan terhadap kemusliman para penganut
               Islam  di  Hindia.  Meski  demikian,  Neurdenburg  masih  meragukan  bahwa
               Islam di sebagian besar wilayah Hindia memiliki akar sedalam yang diyakini
               Snouck.  Dia  juga  menyatakan  bahwa  kekhawatiran  hilangnya  kedudukan
               sosial adalah hal yang kemungkinan besar menjadi penghalang pengkristenan
               orang kebanyakan. 18
                    Snouck melangkah lebih dari sekadar menyerukan keterlibatan serius
               dengan  Islam  Hindia.  Sebelum  petualangannya  ke  luar  negeri,  Snouck
               mempelajari bahasa Melayu dan terlibat dengan sumber-sumber utamanya.
               Hal ini bisa dilihat dari sebuah artikel mengenai beberapa teks Islam yang
               digunakan  di  Dataran Tinggi  Padang,  yang  Snouck  kirimkan  kepada  BKI
               untuk volume yang menandai Kongres Orientalis. Teks-teks tertentu yang
               didiskusikannya diperoleh dari seorang administrator kolonial yang kembali
               ke Belanda karena sedang cuti. Orang itu adalah K.F.H. van Langen (1848–
               1915).  Pada  1889  Snouck  membantu  penerbitan  kamus  bahasa  Aceh  van
                                                          19
               Langen yang saat itu menjabat residen di Bengkulu.  Namun, sementara teks-
               teks demikian sudah lama dikumpulkan sebagai cendera mata, isinya jarang
               dipelajari secara cukup saksama untuk menentukan seberapa representatif ia
               untuk daerahnya atau bagaimana terjemahan antarbarisnya berkaitan dengan
               sumber bahasa Arab-nya. 20
                    Yang hampir merupakan sebuah pengecualian barangkali adalah analisis
               Niemann terhadap manuskrip-manuskrip berbahasa Melayu dan Jawa, meski
               Snouck  mengabaikan  karyanya  dari  1861.  Niemann  pasti  mengabaikan
               penggunaan Keijzer terhadap panduan ibadah haji yang disalin di Batavia.
               Dia  menghargai  karya  Grashuis  mengenai  pesantren-pesantren  Jawa  Barat
               (barangkali karena Grashuis sudah mengajarinya sedikit bahasa Melayu dan
               meminjaminya beberapa manuskrip). Namun, dia mengesampingkan usaha-
               usaha Verkerk Pistorius mengenai sekolah-sekolah di Sumatra.
                    Sebaliknya,  Snouck  memberikan  paparan  terperinci  mengenai
               kandungan  buku-buku  tersebut,  mulai  dari  karya-karya  yang  ditujukan
               untuk  kajian  bahasa  Arab.  Snouck  juga  berpandangan  (seperti  Grashuis)
               bahwa  metode  pengajaran  semacam  itu  memang  mempunyai  kelemahan-
               kelemahannya  sendiri  karena  bergantung  pada  kemampuan  sang  syekh
               menjelaskan muatan, tetapi sangat berguna dan pada akhirnya membekali
               sang murid dengan pengetahuan yang cukup, bahkan untuk membaca buku
               standar  seperti  Minhaj,  yang  terjemahannya  baru  saja  “dimulai”  van  den
               Berg. 21
   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177