Page 186 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 186

RENUNGAN-RENUNGAN DARI JAUH ...  —  165


               1512),  serta  teks-teks  tingkat  lebih  lanjut  karya  al-Ghazali  dan  Sullam  al-
               tawf q (Tangga Pertolongan Tuhan) karya ‘Abdallah Ba ‘Alawi (w. 1855). Jika
               kebanyakan guru mendapatkan pendidikan di dalam karesidenan, para kiai
               terkemuka ke Jepara, Madiun, Surabaya, dan Mekah. Koneksi semacam itu
               sangat  penting  dalam  mengomunikasikan  karya-karya  kecendekiawanan
               terkini, seperti teks yang disusun penerus Dahlan, Ba Busayl, yang digunakan
               oleh  seorang  pengikut  Sulayman  Afandi  di  Desa  Kauman  Kadilangu.
               Sementara itu, di Rejoso, para guru seperti Haji Yusuf dari Jelak mengajar
               dengan menggunakan edisi cetak Fath al-mu’in (Kemenangan Sang Pemberi
               Pertolongan) karya Zayn al-Din al-Malibari (aktif 1567) dan Minhaj al-qawim
               (Jalan Lurus) karya Ibn Hajar al-Haytami. 61
                    Karya-karya serupa bisa ditemukan di kota-kota yang lebih besar dan
               lembaga pesantren menunjukkan sifat generasional yang kuat serta semakin
               institusional.  Banyak  kiai  menduduki  tempat  yang  sebelumnya  diduduki
               ayah dan kakek mereka, yang sebagian telah menyusun karya mereka sendiri.
               Catatan  Snouck  menegaskan  bahwa  komentar-komentar  lokal  digantikan
               menu  internasional  yang  dibakukan.  Namun,  bukan  berarti  yang  lokal
               ditaklukkan  oleh  yang  global.  Banyak  kiai  mengklaim  hubungan  dengan
               Sulayman Afandi di Mekah, tetapi Khalidiyyah sama sekali tidaklah menang.
               Para guru Syattari seperti Muhammad ‘Umar di Watuagun, Salatiga, masih
               harus ditemukan seperti halnya berbagai penafsiran lain atas ajaran tarekat,
               mengantarkan pada berbagai catatan aneh Snouck yang bersebelahan dengan
               sebutan-sebutan seperti “Sadririah” atau “Djawahir”. 62
                    Snouck punya beberapa misteri untuk dipecahkan. Sebelum ke Hindia,
               dia  menyiapkan  diri  dengan  mencari-cari  berbagai  penafsiran  yang  keliru
               mengenai tarekat dalam jurnal-jurnal yang memenuhi mejanya. Pada sebuah
               kasus,  menanggapi  permintaan  yang  penuh  hormat  dari  misionaris  atas
               informasi mengenai fanatisme “sekte satarijjah”, Snouck menegaskan bahwa
               dia belum pernah mendengar tentang orang yang dalam dirinya sendiri adalah
               Syattari (dengan melupakan Muhammad ‘Umar dari Salatiga). Sebuah tarekat,
               dia menjelaskan, umumnya hanyalah satu tahapan dalam serangkaian praktik
               yang dipelajari kalangan elite seiring berlalunya waktu. Dia mengingat pernah
               bertemu seorang cucu “yang sangat terpelajar” seorang pensiunan bupati dari
               Semarang, yang kerap membaca mantra-mantra tertentu. Mantra-mantra itu
               dinyatakan Snouck “sama sekali tidak penting”. 63


               CILEGON
               Momok darwis gila mengemuka akibat pembantaian Cilegon pada Juli 1888.
               Namun, dengan segala perencanaan yang dikerahkan, peristiwa ini tak lebih
               dari bencana kecil bagi Belanda karena para pemberontak tidak memiliki daya
   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191