Page 182 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 182

RENUNGAN-RENUNGAN DARI JAUH ...  —  161


               ‘Utsman selama bermukim di Mekah dan merasa cocok untuk membicarakan
               berbagai polemiknya menentang tarekat-tarekat populis. 49
                    Ketika menyiapkan jalan untuk mendiskusikan pamf et-pamf et ‘Utsman
               di  Nieuwe  Rotterdamsche  Courant  pada  Oktober  1886,  Snouck  membuat
               keprihatinan Ghazalian yang mereka miliki terlihat jelas dengan menyatakan
               bahwa  “setiap  Mohammedan  yang  berpendidikan  menganggap  mereka
               [tarekat-tarekat Suf ] sebagai bidah, atau bahkan sisa-sisa kekaf ran kuno ...
               dengan  sihir  mereka,  mantra-mantra,  sumpah-ular,  dan  lain  sebagainya”.
                                                                               50
               Selain itu, Snouck memandang tarekat sebagai lembaga yang terus-menerus
               mencari keuntungan f nansial.
                    Para syekh mengutus agen-agen ke empat penjuru mata angin sembari
               mengizinkan  mereka  meninggalkan  ritual-ritual  yang  diperintahkan  untuk
               pengikutnya. Sedikit pengetahuan yang para syekh miliki “tercurah” kepada
               para  murid  yang  “berasal  dari  kelas  tak  terdidik”  dan  tidak  mengetahui
               dasar-dasar  hukum  Islam,  yang  keliru  meyakini  bahwa  dzikr,  wirid,  dan
               kepatuhan mutlak kepada sang syekh akan menjamin keselamatan mereka
               di akhirat.  Jadi, seperti halnya Prancis memperhatikan karya Louis Rinn
                        51
               “yang sayangnya dikerjakan secara sembrono” mengenai bahaya orang-orang
               Sanusi, Belanda pun semestinya lebih memperhatikan sedikit hal yang sudah
               dituliskan  mengenai  berbagai  tarekat  di  Hindia.  Belanda  seharusnya  juga
               memperhatikan  karya  Snouck,  Mekka,  yang  diharapkan  membuka  mata
               banyak pihak. 52
                    Akan  tetapi,  apa  yang  dipahami  orang  Jawa  kebanyakan  dari  sebuah
               karya ilmiah semacam itu? Jauh lebih baik jika pesan yang membawa kutukan
               itu datang dari otoritas mereka sendiri—dan siapa yang lebih baik daripada
               Sayyid  ‘Utsman?  ‘Utsman  memiliki  paduan  sempurna  pendidikan,  garis
               keturunan, dan sikap—dan dia sejalan dengan otoritas tertinggi di Mekah,
               termasuk mufti baru mazhab Syaf ‘i, Muhammad Sa‘id Ba Busayl, serta para
               teladan Ghazalian di kalangan orang-orang Jawi seperti Nawawi dan Junayd.
               Di sini ada seseorang yang benar-benar mengerti betapa inginnya orang Jawa
               kebanyakan terhadap “obat ajaib” yang dapat memberi kebahagiaan dunia
               akhirat, dan dengan demikian betapa liciknya para guru tarekat atas janji-janji
               palsu mereka. Snouck dan ‘Utsman juga sepakat bahwa orang-orang Khalidi
               adalah yang paling tidak berharga. Sementara tarekat-tarekat lain menurut
               keduanya mengajarkan kesalehan lahir, kebanyakan menggunakan Syari‘ah
               “sebagai sebuah Semboyan”. Juga ada pihak-pihak lain yang menunggu mereka
               dilepaskan  kepada  musuh.  “Kita  tidak  sedang  bekerja  dengan  hipotesis  di
               sini,” kata Snouck, mengingat apa yang sudah didengarnya dari ‘Abd al-Karim
               dari Banten; meski dia menyimpan perinciannya untuk Mekka. 53
                    Snouck juga memberikan persetujuan paling tulus terhadap pandangan
               ‘Utsman bahwa keajaiban sejati adalah sesuatu dari masa lalu dan pengajaran
   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186   187