Page 184 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 184

RENUNGAN-RENUNGAN DARI JAUH ...  —  163


                    Sementara itu, Snouck melakukan lebih dari sekadar memerangi tatanan
               yang  mapan  dan  mengidentif kasi  berbagai  kelemahan  kebijakan  kolonial
               Belanda vis-à-vis Islam. Dia tengah menggarap magnum opus-nya dan terus
               berkorespondensi dengan para informannya di Hijaz. Aboe Bakar terutama
               sangat  aktif,  mengirimkan  jawaban  secara  rutin  terhadap  pertanyaan-
               pertanyaan Snouck dan buku-buku yang dipesannya. Yang paling menonjol
               adalah karya-karya Dahlan dan Nawawi. Karya orang Banten ini jelas melebihi
               karya si orang Mekah. 57
                    Sepanjang periode ini, perhatian Snouck tak lepas dari Hindia. Seperti
               sudah kita lihat, artikel penting pertamanya adalah analisis terhadap buku-
               buku yang dibaca di Dataran Tinggi Padang sebagaimana yang dikumpulkan
               oleh van Langen, dan diikuti sebuah karya mengenai pengakuan-pengakuan
               milenarian (Kerajaan Seribu Tahun). Pada 1885 Snouck memperoleh sebuah
               laporan  mengenai  karya-karya  yang  tersedia  di  Jawa  yang  disiapkan  oleh
               Bupati Lebak, S. Soerianataningrat. Pada 1886 dia berkorespondensi dengan
               pensiunan pejabat W.E.  Bergsma,  yang  mengirimkan laporan-laporan  dari
               Kendal dan Tegalsari.
                    Laporan  Soerianataningrat,  berdasarkan  informasi  yang  diberikan
               Penghulu Landraad Lebak, Mas Hajji Muhammad Isma‘il, mendaftar delapan
               karya yang digunakan di pesantren-pesantren Priangan. Studi dimulai dengan
               buku  dasar  Alif-alifan,  yang  menjelaskan  alfabet  Arab;  kemudian  Turutan
               dan Al-Quran dibaca untuk tujuan mempelajari pelafalan; dan lima karya
               “tingkat  lanjut”,  yaitu  Sittin,  Tasripan,  Amil,  Ajurrumiyya,  dan  Syarh  al-
               sittin.  Buku-buku  ini  berharga  f1  hingga  f1,50.  Khusus  Sharh  al-Sittin—
               yang kemungkinan adalah komentar al-Syarqawi atas Masa’il al-sittin—yang
               konon  bisa  menjadikan  seorang  murid  mampu  membaca  dan  memahami
               “semua buku agama”, dijual seharga f5. Bupati Ponorogo, Tjokroamidjojo,
               menyatakan bahwa setelah belajar di pesantren semisal Tegalsari, sang murid
               bisa membeli buku apa pun yang dia mau. 58
                    Materi yang ada memang masih terbatas, tetapi lebih kaya dibandingkan
               tawaran pesantren yang digambarkan oleh van Sevenhoven, van Hoëvell, atau
               bahkan Brumund. Ketiganya bekerja di bawah pemerintah dan hanya sedikit
               berminat  terhadap  pesantren  karena  para  kiai  tua  jelas  memperlihatkan
               kesediaan bekerja sama dengan negara.
                    Sebaliknya, sangat patut diperhatikan bahwa para guru yang mengajarkan
               teks-teks yang didaftar oleh Soerianataningrat tidak hanya terhubung dengan
               jejaring  kecendekiawanan  Mekah.  Generasi  yang  lebih  muda  beraf liasi
               dengan  Landraad  yang  baru  dibentuk,  sangat  mungkin  berkat  patronase
               orang-orang  itu  juga.  Misalnya,  di  puncak  daftar  ulama  yang  diakui  di
               Distrik Lebak terdapat Kiai Samaun dari Muntare, yang digambarkan pernah
               belajar di Batavia di bawah bimbingan “Habib Syekh” (Sayyid ‘Utsman?).
   179   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189