Page 204 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 204

PERJUMPAAN-PERJUMPAAN KOLABORATIF  —  183


               memuaskan hasrat terhadap homoseksualitas; meski dia sama sekali tak yakin
               bahwa keadaannya selalu demikian. Snouck dengan puas mengejek van den
               Berg yang mengaitkan tarian sadati dengan dzikr Naqsyabandi. 32
                    Seperti  sudah  kita  catat,  penilaian  Snouck  mengenai  keadaan  Aceh
               didasarkan pengamatan-pengamatannya di Jawa ataupun pada apa pun yang
               kebetulan ditemuinya di lapangan atau tiba di mejanya di Batavia. Dalam
               catatan-catatannya, kita sering mendapati rujukan pada berbagai pengalaman
               atau simpulan yang dihasilkannya di pulau tersebut, barangkali disarikan dari
               sebuah buku yang hendak dia tulis. Perbedaannya adalah bahwa dia memiliki
               tugas lain yang lebih mendesak untuk dilakukan, yang pernah dinyatakan
               sebagai urusan Jawa. Snouck lebih suka mengikuti pandangan teman baiknya,
               J.L.A. Brandes (1857–1905).  Entah benar atau tidak, sebagaimana Jawa,
                                         33
               Aceh menyajikan simpanan teks yang kaya untuk dikoleksi, dan silsilah untuk
               dilacak sebagai bahan bakar bagi studi masa depan mengenai permulaan dan
               perubahan Islam di Nusantara.
                    Studi Snouck mengenai Aceh dan Dataran Tinggi Gayo serta nasihat
               yang terus-menerus pada negara kolonial tidak mungkin terjadi tanpa mediasi
               para  informan  kunci.  Hasan  Mustafa  sekali  lagi  terbukti  penting  dengan
               aliran laporan dari Kota Raja, tempat dia diangkat sebagai Penghulu Kepala
                                 34
               pada  Januari  1893.   Laporan-laporan  ini  meliputi  perincian  mengenai
               pergerakan sekutu temporer mereka Teuku Umar (1854–99), laporan-laporan
               mengenai  ancaman  terhadap  van  Langen  (Residen  untuk  Urusan-Urusan
               Aceh yang tetap mengumpulkan bahan untuk Snouck), dan berita mengenai
               berbagai urusan internal Belanda. Juga terdapat perincian mengenai budaya
               dan praksis agama, seperti gambaran mengenai ratib yang digambarkan oleh
               seorang Aceh perwakilan sebuah tarekat pada Mei 1893. 35
                    Sebagian besar materi diproses oleh Snouck untuk laporannya sendiri.
               Selain  itu,  Hasan  Mustafa  memainkan  peranan  sebagai  penengah  sukarela
               antara Belanda dan orang-orang Aceh. Sebuah surat melaporkan perbincangan
               Hasan Mustafa dengan para pemimpin Aceh mengenai berbagai kemungkinan
               praktik  keagamaan  yang  aman  di  bawah  pemerintahan  Belanda.  Urusan-
               urusan  perkawinan,  perceraian,  dan  shalat  berada  pada  urutan  teratas  di
               antara berbagai keprihatinan lokal, sementara Hasan Mustafa sendiri ingin
               tahu bagaimana prinsip kekuasaan sultan hadir dalam imajinasi Aceh. Ketika
               ditanya tentang berapa lama Sultan Jawa hidup di bawah “VOC”, kondisi
               para  ulama,  dan  kemungkinan  adanya  “Penguasa  Adil”  di  sana,  Hasan
               Mustafa  dengan  niat  membantu  menyatakan  bahwa  Belanda  sudah  lama
               memiliki kebijakan mengizinkan praktik agama secara bebas, asalkan tidak
               membahayakan kesejahteraan publik. 36
                    Kesediaan  untuk  melibatkan  ulama  seperti  itu  tampaknya  membuat
               sebagian  atasannya  curiga  sehingga  Hasan  Mustafa  ditempatkan  di  bawah
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209