Page 206 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 206

PERJUMPAAN-PERJUMPAAN KOLABORATIF  —  185


                    Mengesampingkan  berbagai  persoalan  inheren  dalam  historiograf 
               nasionalis yang menampilkan perang Aceh sebagai model untuk kisah benturan
               antara Islam dan kolonialisme di seluruh Nusantara, terdapat persoalan lebih
               jauh dengan pemberian nilai modern yang khas terhadap perlawanan Suf  dan
               bahkan Arab setempat. Dalam sebuah kasus penting di ujung lain Nusantara,
               pemerintah Belanda justru dianggap penyelamat kaum Muslim atas musuh
               mereka: pemberontakan muslim Sasak Timur pada 1894 melawan para tuan
               Bali  yang  Hindu  dimanfaatkan  untuk  membenarkan  sebuah  invasi  yang
               memulihkan sebagian besar kebanggaan militer Belanda. Pemberontakan itu
               bermula, sebagiannya, karena orang-orang Bali mengeksekusi seorang Arab
               pada  1892.  Orang  ini,  Sayyid  ‘Abdallah,  berperan  sebagai  raja  dan  secara
               rahasia menjadi agen perdagangan Belanda. Dia dihormati oleh kalangan elite
               Sasak yang hampir semuanya adalah anggota jaringan Suf  pimpinan ‘Abd al-
               Karim dari Banten.
                    Berdasarkan  yang  kita  tahu  tentang  Qadiriyyah  wa-Naqsyabandiyyah
               di  Cilegon,  dan  memperhitungkan  nasihat  Snouck,  adalah  ironis  bahwa
               deputi  ‘Abd  al-Karim  yakni  Guru  Bangkol  menjadi  orang  yang  meminta
               campur  tangan  Belanda.  Pihak  Belanda  jelas  sangat  senang  karena  punya
               alasan  kemanusiaan  untuk  melanjutkan  rencana  menguasai  Lombok.  Bagi
               Belanda, hanya sedikit keprihatinan (kalaupun ada) bagi Naqsyabandiyyah.
               Telah disebutkan bahwa Naqsyabandiyyah muncul di kalangan orang-orang
               Sasak pada 1880-an dan segera hilang ketika banyak pemimpinnya menjadi
               bawahan para tuan tanah Lombok.  Bisa jadi persoalan tarekat tidak terlalu
                                             42
               menjadi perhatian kedua pihak. Ketimbang menghilang, tarekat hanya lolos
               dari penglihatan pemerintah. Yang pernah dikirimkan kepada Snouck dari
               pulau  itu  tampaknya  hanyalah  gambar-gambar  masjid  dan  istana  Kelayar,
               serta  sketsa  seorang  wali  yang  memegang  tombak  (lihat  gambar  muka).
                                                                               43
               Sketsa ini mungkin dibuat oleh qadi kota tersebut, yang sebagaimana Sayyid
               Qasim  di  Aceh,  telah  mengatur  agar  sketsa-sketsanya  dikirimkan  kepada
               seorang “mufti” terkenal dari Batavia, yaitu ‘Abd al-Ghaf ar.



               SIMPULAN
               Berdasarkan  usaha  yang  mendef nisikan  bidangnya  di  Mekah,  Snouck
               memanfaatkan  koneksi  yang  sudah  dia  jalin  di  sana  serta  badai  politik  di
               Cilegon untuk berkeliling ke pesantren-pesantren Jawa. Dia melakukannya
               secara sadar sebagai abdi imperium, meski abdi yang yakin bisa memainkan
               peranan mengangkat rakyat imperium. Sepanjang perjalanan, dan perjalanan-
               perjalanan lain di perbatasan Aceh yang bermasalah, Snouck melepaskan jubah
               sang peramal bencana dan menasihatkan lebih banyak kesabaran, perhatian,
               dan  penghormatan  terhadap  Islam  sebagai  agama  sebuah  bangsa  yang
   201   202   203   204   205   206   207   208   209   210   211