Page 208 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 208

SEMBIL AN

                        PARA MUFTI BAYANGAN,


                             MODERN KRISTEN

                                        1892 – 1906









               PARA MUFTI BATAVIA
                     enulis tepat sebelum pemberontakan Cilegon, Sayyid ‘Utsman meminta
               MSnouck mengiriminya salinan-salinan tulisan tempat polemik-polemik
               mengenai tarekat mendapat pujian. Dia baru saja mengajukan diri sebagai
               calon mufti (pro-Belanda) yang bisa menasihati muslim setempat mengenai
               soal-soal hukum keluarga. Ini bukan kali pertamanya dia memosisikan diri
               di  pihak  pemerintah.  Risalah-risalah  anti-Naqsyabandi-nya  membuatnya
               dihormati  di  kalangan  pejabat  penting.  Pada  1881  dia  menyusun  buku
               panduan yurisprudensi yang ditujukan untuk pengadilan agama yang baru.
               Tentu saja sudah ada buku panduan yang dicetak sebelumnya, dari Tuhfa-
               nya Taco Roorda hingga Minhaj-nya van den Berg, yang diremehkan oleh
               Snouck karena dia memberikan dukungan kepada tujuan Sayyid ‘Utsman.
               Snouck dan ‘Utsman bagaikan dua sisi mata uang. Penulis biograf  ‘Utsman
               melihat sang cendekiawan Arab ini jelas menganggap posisi barunya sebagai
               mufti semiresmi adalah analog dengan seorang “Penasihat” Barat, dan kita
               bisa mengandaikan bahwa Snouck menerima sebutan muslim. 1
                    Sejumlah besar surat yang dikirimkan kepada Snouck selama jabatannya
               di Batavia menuturkan kisah tersebut. Pada Oktober 1893 Imam Tanjung
               Beringin, di Deli, mengajukan permohonan fatwa pada “kantor paduka yang
               mulia, guru kami yang agung, Syekh Islam”, yang menunjuk dua orang syekh
               yaitu ‘Utsman dan ‘Abd al-Ghaf ar. Pada Maret 1898 Pangeran ‘Abd al-Majid
               menyapanya sebagai “Mufti Negeri Hindia Belanda”, sementara sekelompok
               orang Arab dari Cirebon menyanjungnya sebagai “syekh Islam yang mulia
               untuk Jawi, Haji ‘Abd al-Ghaf ar”. 2
                    Snouck jelas disebut sebagai mufti, baik bersama maupun tanpa Sayyid
               ‘Utsman, oleh beraneka ragam pihak di seluruh kawasan. Tetapi, tampaknya
               dia tidak pernah menganggapnya demikian atau memberikan fatwa kepada
               para pemohonnya. Sebaliknya, tugas-tugas semacam itu akan jatuh ke tangan
   203   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213