Page 213 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 213

192  —  ORIENTALISME DIGUNAKAN


                                                                 13
          bahwa  pengetahuan  dalam  buku-bukunya  sudah  mencukupi.   Namun,
          pada suatu hari, dia menerima sahabatnya Raden Wira Adibrata, putra Wakil
          Bupati. Muhammad bukanlah nabi, klaim Adibrata, yang tampaknya sudah
          dikristenkan  oleh  J.L.  Zegers  (1845–1919)  dari  Organisasi  Misi  Belanda
          (NZV). Kartawidjaja mengusir Adibrata, tetapi setelah merenung dia mulai
          bertanya-tanya  bagaimana  seharusnya  orang  muslim  menerima  Perjanjian
          Lama dan Baru tanpa pernah membaca keduanya. Atas restu guru Suf -nya,
          dia diberi kutipan-kutipan Injil oleh dua orang Tionghoa setempat. Setelah
          membacanya,  dia  berhenti  shalat  dan  menghadiri  misa  seorang  misionaris
          lain, O. van der Brug. Perbuatannya itu mengundang kunjungan gurunya.
          Kedua sayyid dan banyak pengikut “Arab” mereka, semua menyatakan bahwa
          Kartawidjaja mengkhianati ayah dan kakeknya yang ulama.
              Dalam pikiran Kartawidjaja, dia tetaplah muslim karena tidak dibaptis.
          Ini terlepas dari kenyataan bahwa dia memainkan peran sebagai pemeluk baru
          yang penuh semangat dan bahkan memainkannya dengan sigap. Dia terlibat
          perdebatan  dengan  para  cendekiawan  menggunakan  Al-Quran  terjemahan
          bahasa Jawa yang dihasilkan oleh Lange & Co. (Batavia 1858), sebuah karya
          yang  dia  nyatakan  “diyakini  kebenarannya  oleh  para  cendekiawan  Jawa
          dan  Mekah”.   Tampaknya  Kartawidjaja  merasa  dirinya  dipasrahi  sebuah
                     14
          misi dalam komunitas intelektualnya sendiri, yakni komunitas ulama Jawa.
          Komunitas ini secara resmi dia tinggalkan seiring pembaptisannya pada hari
          Natal 1899. Istrinya melarikan diri ke rumah seorang syekh Arab dan halaman
          rumahnya  dipenuhi  kerumunan  tidak  bersahabat  selama  beberapa  waktu.
          Selanjutnya,  shalat  dan  kerudung  ditekankan  dalam  komunitas  yang  para
          pemimpinnya ingin menarik batas tegas di sekeliling orang-orang Kristen.
          Juga disebarkan kabar bahwa mayat orang-orang murtad tidak akan dishalati.
              Setelah melalui berbagai kesulitan, Kartawidjaja pindah ke Pekalongan.
          Dalam  laporannya  dia  mencatat  perpindahan  agama  orang-orang  Jawa
          terkemuka lainnya di Cirebon. Dia akhirnya pindah ke Bangodua pada 1902.
          Orang-orang  Muslim  berusaha  membawanya  kembali  ke  dalam  jemaah.
          Ajakan mereka ditolak dan dijawab dengan khotbah mengenai kemustahilan
          naiknya Nabi ke Langit dalam satu malam. Halaman-halaman terakhir laporan
          Kartawidjaja (yang bisa jadi merupakan penutup yang ditambahkan oleh para
          penerjemah misionaris) diyakini memaparkan alasannya untuk keniscayaan
          berpindah agama. Yang paling penting tampaknya adalah pertemuan agama
          Kristen dan modernitas:

              Orang-orang  Jawa  adalah  Mohammedan,  santri,  dan  cendekiawan  Islam.
              Mereka meniru orang-orang Arab membenci orang-orang Belanda yang Kristen,
              yang disebut orang-orang Kaf r Nazarine. Dalam buku mengenai ajaran agama
              berjudul al-Muf d, orang-orang Mohammedan dilarang mengadopsi pakaian
              dan  kebiasaan  orang-orang  Belanda  seperti  jaket,  topi,  dasi,  sendok,  garpu,
   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218