Page 218 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 218

PARA MUFTI BAYANGAN, MODERN KRISTEN  —  197


               hukum Islam, dan menunggu tanda semisal bendera putih dan daun pisang
               di  lapangan-lapangan.  Surat-surat  itu  juga  menunjuk  kepada  kiai  yang
               sudah  gugur,  Hasan  Mu’min  (1854–1904).  Pesantren-pesantren  didatangi,
               nama-nama  para  guru  dan  murid  didaftar,  dan  mata-mata  dikirimkan  ke
               perkumpulan-perkumpulan malam para pemimpin gerombolan. Semua ini,
               dan pembunuhan yang diakui atas seorang mata-mata, memastikan bahwa
               pasukan  Belanda  beserta  bala  bantuan  yang  bersemangat  sudah  siap  dan
               menunggu.
                    Ketika berbagai peristiwa terjadi, lebih banyak serdadu dikirim untuk
               mengawasi  para  pekerja  pabrik  yang  sikapnya  berubah-ubah  dan  para
               penduduk  desa  yang  marah.  Inti  permasalahan  tetap  tidak  jelas  untuk
               beberapa waktu. Timbul pertanyaan: siapa yang memerintahkan tembakan
               pertama?  Bagaimana  Asisten  Residen  bisa  berakhir  di  selokan  bersama
               seorang penyerang? Snouck menasihati Gubernur Jenderal yang baru, Van
               Heutsz—yang sudah diejeknya secara pribadi sebagai orang yang gila disiplin
               dengan sedikit minat pada kebijakan apa pun yang berbau Kristen apalagi
               prinsip-prinsip “Etis” yang diusulkan Snouck untuk memajukan orang-orang
               Indonesia  melalui  pendidikan  Belanda—Cilegon  telah  mengajari  bahwa
               hanya sedikit hal yang bisa diketahui sampai keadaan menjadi tenang. 27
                    Di  sisi  lain,  bicara  melalui  pers  Kairo,  seorang  koresponden  Arab
               berusaha menghubungkan urusan terakhir di Jawa dengan apa pun, mulai
               bangkitnya Kepang hingga tipu daya Snouck dan Hasan Mustafa, yang sekali
               lagi dikutuk sebagai tokoh Kristenisasi dan penyokong materialisme “Naturis”.
               Sementara  itu,  orang  yang  dituduh  sebagai  pemimpin  kaum  materialis
               memandang bahwa berbagai peristiwa di Gedangan hanya memiliki sedikit
               hubungan yang masuk akal dengan tarekat-tarekat Suf  internasional, meski
               pabrik gula setempat telah mengeluarkan sebuah publikasi yang menuduhnya
               memiliki kaitan, baik dengan Kairo maupun dengan “Qadiriyyah”. Dalam
               pandangan  Snouck,  berdasarkan  laporan  yang  dikirimkan  oleh  wakilnya,
               G.A.J. Hazeu (1870–1929), Hasan Mu’min lebih terdorong oleh ramalan-
               ramalan milenarian ketimbang ajaran-ajaran tarekat apa pun. Hasan Mu’min
               digambarkan orang-orang setempat semula adalah pedagang alas tenun dengan
               pekerjaan sambilan mengobati. Dilahirkan di Magelang, pada mulanya dia
               merantau ke Semarang dan Pekalongan, tempat dia bertemu Kiai Krapyak.
               Mengingat pesantren Sidosremo musnah terbakar, Hasan Mu’min pergi ke
               sebuah pondok di Tirim untuk beberapa lama, kemudian ke sebuah pesantren
               di kawasan Sidoarjo yang dipimpin penghulu saat itu. Pernikahan singkatnya
               dengan sepupu dan penerus guru tersebut menjadikannya santri terkemuka.
               Dia tidak mengajarkan teks apa pun atau ajaran tarekat dalam arti formal,
               tetapi azimat-azimatnya semakin dihargai oleh para petani, pedagang kecil,
               dan  nelayan.  Seiring  berlalunya  waktu,  kemasyhuran  menjadikannya  titik
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223