Page 220 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 220

PARA MUFTI BAYANGAN, MODERN KRISTEN  —  199


                    bisa  mengeluarkan  kebijakan  dan  memberikan  bimbingan  yang  lebih  baik,
                    agar tidak terjadi kerusuhan dan pemberontakan seperti yang baru saja terjadi
                    di  negeri  Jawa,  Sidoarjo.  Karena  Paduka  Yang  Mulia  paling  tahu  tentang
                    orang-orang Muslim, meskipun banyak yang tidak melaksanakan semua yang
                    diwajibkan agama mereka. 30

                    Snouck mendapati sosok Van Heutsz sebagai gubernur jenderal yang
               tidak menyukai pandangan-pandangan “liberal”-nya. Nasihatnya mengenai
               Gedangan  ditolak,  sampai-sampai  dia  berpandangan  bahwa  dirinya
               harus  kembali  ke  Belanda  agar  punya  harapan  untuk  mengubah  budaya
               kelembagaan yang bekerja di lapangan. Kekhawatiran ‘Abd al-Jabbar mengenai
               ketidakpekaan Belanda ketika berurusan dengan praktik keagamaan muslim
               memang  beralasan.  Banyak  pejabat  yang  kemungkinan  besar  membuat
               kesalahan demikian masih harus diyakinkan bahwa pendapat terakhir sudah
               disampaikan dalam masalah agama. Salah seorangnya adalah Konsul Jeddah,
               C.C.M.  Henny  (l.  1856).  Henny  bukanlah  penyuka  Snouck  dan  menilai
               Afair Gedangan tak lain hanyalah manifestasi terakhir dari gerakan royalis
               yang terbatas dan sebuah identitas “nasional” yang diterakan oleh “sang guru
               Suf ”. 31
                    Setelah menyimpulkan bahwa tidaklah adil menyalahkan pabrik gula
               dalam peristiwa-peristiwa di Sidoarjo, Henny menyatakan bahwa para Suf 
               Asia Tenggara terus menggunakan hubungan mereka dengan para aristokrat
               lokal untuk mendorong perlawanan terhadap pemerintah pendudukan yang
               mana  pun.  Selain  itu,  dia  mengkhawatirkan  potensi  pengaruh  “nasional”
               (yakni  pan-Jawi)  para  pemimpin  Syattariyyah  di  Patani  yang  memiliki
               hubungan dengan Mekah (sudah terjadi pemberontakan di Siam pada 1902),
               dengan  menyebut  kesamaan  berbagai  contoh  Buddhisme  chauvinistik  di
               Siam dan Jepang.

                    Di sini kita mendapati sebuah tarekat utama, meski tidak sepenuhnya, terbatas
                    pada ras Melayu sehingga secara khas berciri NASIONAL. Berkedudukan di
                    negara bawahan yang jauh dari Mekah, terletak di perbatasan kerajaan Buddha,
                    dihuni bangsa yang berhubungan dengan orang-orang Jepang yang menjadi
                    teladan  yang  dihormati  dengan  kekaguman  simpatik  oleh  semua  bangsa
                    Oriental;  sebuah  tarekat  yang  akhirnya  memperoleh  simpati  para  pejabat
                    pribumi.
                    Henny  kemudian  mengklaim  bahwa  Belanda  “sama  sekali  tidak
               melakukan apa pun” untuk mempelajari sekte-sekte lokal di wilayah-wilayah
               seberang laut mereka. “Tak ada yang akan memberi kebahagiaan lebih besar
               kepada saya,” ungkap sang konsul yang tak banyak membaca itu, “ketimbang
               memiliki kesempatan untuk melaksanakan studi ini selama beberapa bulan di
               perpustakaan Den Haag.” 32
   215   216   217   218   219   220   221   222   223   224   225