Page 209 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 209

188  —  ORIENTALISME DIGUNAKAN


          antek  Hadrami-nya,  yang  kerap  menghasilkan  sebuah  pamf et  mengenai
          persoalan  tersebut  untuk  menciptakan  preseden  bagi  wilayah  kekuasaan
          Belanda  yang  lebih  luas.  Sebuah  peristiwa,  perselisihan  mengenai  masjid
          untuk shalat Jumat di Palembang, merupakan contoh mengenai bagaimana
          persoalan-persoalan semacam ini ditangani.
              Seperti  tercantum  dalam  Bab  2,  Palembang  adalah  tempat  kelahiran
          ‘Abd  al-Samad,  yang  af liasinya  dengan  tarekat  Sammaniyyah  bisa  dibilang
          menaikkan gengsi tarekat tersebut di kalangan istana pada abad kedelapan belas.
          Sammaniyyah menjadi begitu penting. Para pengikutnya berada di garis depan
          perlawanan ketika kesultanan diserang Inggris dan Belanda secara bergantian
          yang  berpuncak  pada  diturunkannya  Sultan  Badr  al-Din  pada  1822  dan
          penjarahan perpustakaan istana. Peristiwa semacam itu memunculkan ingatan
          yang kuat mengenai peran penting para sultan dalam penyebaran dan pembelaan
          Islam. Lambang abadi atas keberanian sultan adalah masjid utama kota itu.
          Masjid yang dinamai Masjid Sultan itu berfungsi sebagai tempat utama ritual
          shalat Jumat untuk komunitas yang bersatu. Masjid tersebut merupakan tempat
          bagi staf yang terdiri atas imam, khatib, serta ahli hukum, yang otoritasnya
          diakui  oleh  masjid-masjid  yang  lebih  kecil.  Tak  berbeda  dengan  saudara
          mereka di Jawa, yang mengawasi dengan ketat pengumpulan dan pembagian
          keuangan masjid. (Belanda-lah yang telah merestorasi jendela-jendela besar dan
          kubah berhias permata di masjid tersebut pada 1823.) Oleh karena itu, para
          pejabat sangat khawatir oleh ancaman terhadap otoritas dan keamanan mereka
          sewaktu  sebuah  masjid  baru  didirikan  oleh  Mas  Agus  Haji  ‘Abd  al-Hamid,
          mulai berfungsi untuk shalat Jumat. Sekelompok orang yang merasa dizalimi
          menulis  surat  pada  Juli  1893  kepada  Snouck,  alias  ‘Abd  al-Ghaf ar,  sebagai
          “Mufti Agung Batavia dan Wali Pemerintah”. Isinya mengeluhkan permusuhan
          besar yang meletus karena Penghulu Kepala yang bodoh telah memberikan izin
          untuk pembangunan masjid yang baru. Izin tersebut pastinya diberikan karena
          ‘Abd al-Hamid adalah guru si Penghulu Kepala sendiri (mungkin guru Suf ). 3
              Sementara ‘Abd al-Hamid menikmati dukungan banyak haji pribumi
          Palembang (yang barangkali Khalidi?), para pemohon Snouck menyatakan
          adanya  koneksi  yang  kuat  dengan  keprihatinan  ‘Alawi.  Mereka  dipimpin
          oleh Haji ‘Abd al-Rahman b. Ahmad b. Jamal al-Layl, seorang khatib dan
          ahli hukum keturunan Arab sekaligus anggota Raad Agama yang ditunjuk
          Belanda.  Dia  didukung  dua  orang  sayyid,  ‘Abdallah  b.  ‘Aydarus  b.  Syahab
          dan ‘Alwi b. ‘Aqil b. Marzuq. Ada pula Kemas Haji ‘Abdallah b. Azhari, yang
          barangkali adalah kerabat sang pencetak perintis, Haji Muhammad Azhari.
          Menurut  surat  pertama  mereka  kepada  Snouck,  mereka  sudah  menulis
          surat kepada Sayyid ‘Utsman yang ditanggapi dengan sebuah fatwa dan dua
          pamf et mengenai persoalan ini. Namun, fatwa dan pamf et itu tidak dipatuhi
          oleh mufti setempat yang mengklaim bahwa Batavia adalah yurisdiksi yang
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214