Page 251 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 251

230  —  MASA LALU SUFI, MASA DEPAN MODERN


          disebut  ibu  pertiwi”.  Setelah  melihat  kebangkitan  Jepang  dan  Republik
          Tiongkok,  Sarekat  Islam  benar-benar  berdiri  menentang  kesewenang-
          wenangan, tetapi Belanda tidak perlu mengkhawatirkan pertumpahan darah
          religius. Makna harf ah dari kata Sarekat Islam tidak memberikan indikasi
          sebenarnya mengenai watak asosiasi tersebut, yang bagaimanapun karakternya
          sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. 31
              Snouck  dan  Idenberg  barangkali  sama-sama  senang  dengan
          berkembangnya hubungan antara Tjokroaminoto dan Rinkes dan, belakangan,
          dengan bagian yang dimainkan Agoes Salim dalam upaya kolaboratif “untuk
          mewujudkan sebuah tempat bagi Pribumi di dunia”.  Bagaimanapun, seperti
                                                      32
          yang  ditunjukkan  oleh  waktu,  Salim  memilih  Sarekat  Islam  sebagai  fokus
          utama kesetiaannya—sebuah posisi yang dia ungkapkan dalam surat kabar
          Neratja—karena beberapa tahun di Mekah memberinya pengalaman bahwa
          Islam memiliki kekuatan dan kepentingan Belanda tidak selalu sejalan dengan
          kepentingannya.  Dukungan  untuk  Sarekat  Islam  juga  datang  dari  Mekah.
          Pada 1913 Konsul Wolf  melaporkan bahwa Muhammad Hasan b. Qasim dari
          Tangerang telah menerbitkan sebuah risalah di Mekah berisi dukungan untuk
          Sayyid  ‘Utsman  dan  menyeru  semua  “kerabat”  untuk  bergabung  dengan
          gerakan  tersebut.   Begitu  pula  Raden  Mukhtar,  putra  mantan  komandan
                        33
          Manggabesar kelahiran Bogor, di Batavia, memberikan dukungannya dalam
          bentuk sebuah puisi berbahasa Sunda, puisi yang kemudian diterjemahkan
          ke bahasa Melayu oleh Kiai Hasan Lengkong. Sementara itu, seorang Arab
          bernama “Gadrawi” menyusun teksnya sendiri mengenai persoalan gerakan. 34
              Akan  tetapi,  persoalannya  sama  sekali  tidak  jelas  di  Kota  Suci.  Aboe
          Bakar dan ‘Abd al-Hamid Kudus melaporkan desas-desus yang bertahan lama
          bahwa  Belanda  sedang  menyusun  rencana  untuk  Kristenisasi  orang-orang
          Jawa.  Sebagian  desas-desus  itu  bersumber  dari  klaim-klaim  yang  disiarkan
          dari Singapura pada 1911. Oleh karena itu, Wolf  memungkasi suratnya pada
          Oktober 1913 dengan pengamatan berikut:

              Pemerintah,  yang  sudah  dikenal  tidak  bersahabat  dengan  Islam,  sekarang
              dianggap musuh yang nyata .... Setelah ribuan jemaah haji pulang ke kediaman
              mereka,  dan  masing-masing  menuturkan  kepada  orang-orang  sekitarnya
              mengenai apa yang dilihat dan didengar di Tanah Suci, memberi tahu mereka
              berbagai peringatan yang dicetak mengenai agama Kristen. Melawan ocehan dan
              desas-desus merupakan pekerjaan sia-sia. Pemerintah sebaiknya menunjukkan
              bahwa prinsip kebebasan beragama sama sekali tidak dilanggar. 35

              Pemerintah bisa jadi telah memutuskan bahwa aspek keagamaan Sarekat
          Islam  hanyalah  penyebutan,  tetapi  semakin  banyak  muslim  menerima
          penamaan  itu  apa  adanya.  Mereka  memandang  kebijakan  apa  pun  yang
          ditujukan pada Sarekat Islam adalah dalam kerangka keagamaan. Pada tahun
   246   247   248   249   250   251   252   253   254   255   256