Page 254 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 254

PARA PENASIHAT UNTUK INDONESIË  —  233


               memihak  terhadap  kebebasan  beragama  atau  harus  menghadapi  berbagai
               konsekuensinya.  Enam  tahun  kemudian,  Snouck  dalam  kuliah-kuliah
               Amerikanya pada 1914 memuji para misionaris karena keterlibatan mereka
               dengan orang-orang Muslim. Snouck menanggapi Lindenborn secara terbuka
               dengan menyatakan bahwa dia tidak pernah berusaha membatasi kerja misi
               di antara jutaan “orang Indonesia yang terbentuk oleh sejarah dari Hindia
               Belanda”, dan jauh dari sekadar manifestasi segelintir “orang-orang Muslim
               yang  maju”.  Sarekat  Islam  adalah  tanda  positif  bahwa  ratusan  ribu  orang
               mengusahakan  perubahan,  pendidikan,  dan  kemajuan.  Pada  tahun-tahun
               berikutnya Snouck mendorong poin tersebut lebih jauh, menegaskan bahwa
               Sarekat Islam sangat berutang pada pemerintah kolonial dan Idenberg. 42
                    Tentu saja rapat-rapat umum yang kian membesar, meski menyertakan
               bendera Belanda dan doa untuk Ratu, disaksikan dengan rasa tidak senang oleh
               pihak pabrik gula yang sudah lama menentang berbagai kebijakan Snouck.
               Para  penjajah  dan  penyokong  Kristenisasi  yang  lebih  keras  mengetahui
               sepenuhnya  bahwa  mereka  berada  dalam  bahaya  kehilangan  kendali  atas
               media  beraksara  Latin  yang  sebelumnya  mereka  monopoli.  Oleh  karena
               itu,  para  misionaris  seperti  Hoekendijk  mencurahkan  lebih  banyak  waktu
               untuk  menerbitkan  pamf et-pamf et,  terutama  mengingat  bahwa  publik
               Hindia sekarang sangat menyukai novelet-novelet detektif dan surat kabar.
               Para  misionaris  khawatir  bahwa  literasi  mendatangkan  ancaman  terhadap
               jiwa-jiwa yang diajari membaca oleh mereka sendiri. Literasi bagaimanapun
               adalah alat untuk menyebarkan risalah-risalah mereka dan alat yang juga akan
               dimanfaatkan oleh Biro Pustaka Rakyat (Volkslectuur) yang baru dibentuk.
               Bagaimanapun, panji-panji jihad dan azimat-azimat sakti sudah dibuang. Ini
               adalah kabar baik. Para misionaris, pembaharu, dan pejabat Kantor Urusan
               Pribumi semuanya bisa sepakat mengenai hal tersebut. 43
                    Di  bagian  lain  Nusantara,  terdapat  bukti  bahwa  Kantor  Urusan
               Pribumi  bersimpati  terhadap  aktivitas  para  pembaharu  muslim.  Menulis
               dari Sumatra Barat pada 1914, van Ronkel melaporkan sebuah desas-desus
               umum  bahwa  “zaman  tarekat  sudah  lewat”  dan  sebagai  gantinya  hanya
               agama baru “ortodoksi” yang muncul, tampaknya membawa serta kebencian
               kepada orang kaf r, perlawanan terhadap kekuasaan, dan barangkali bahkan
               benih-benih Perang Padri baru.  Namun, dalam arti tertentu, van Ronkel
                                           44
               menggunakan  pandangan  ini,  yang  diajukan  oleh  Residen  setempat  yang
                                                                               45
               meminta penyelidikannya, sebagai lawan bikinan yang mudah dikalahkan.
               Dia  membangun  sebuah  narasi  sekitar  konf ik  antara  Islam  “umum”  dan
               “universal”, menggambarkan yang disebut belakangan sebagai produk gerakan
               yang tumbuh dengan pesat yang mengatasnamakan “kemajuan” melawan apa
                                                        46
               yang dilihatnya sebagai khas Islam Indonesische.  Baginya, Islam Indonesische
               adalah sebuah perpaduan antara pengetahuan setempat dan praktik tarekat.
   249   250   251   252   253   254   255   256   257   258   259