Page 257 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 257

236  —  MASA LALU SUFI, MASA DEPAN MODERN


              ini  bisa  dikatakan  bahwa  hampir  tak  seorang  pun  di  antara  muslim  di
              Hindia  memahami  perkara  ini,  atau  lebih  lagi  memiliki  gagasan  yang  jelas
              mengenai keyakinan agama mereka. Ini membuktikan bahwa berbagai saran
              Dr.  Snouck  Hurgronje  masih  harus  ditanamkan  di  kepala  mereka.  Dengan
              mengingat ketentuan Konstitusi Hindia ...  yang menyatakan bahwa “semua
              orang sepenuhnya bebas melaksanakan keyakinan mereka”, kami ingat akan
              keadaan pengelolaan keuangan masjid dan apa yang terkait dengannya pada
              masa-masa belakangan ini karena sebagian besar muslim merasa bahwa mereka
              tidak bebas, atau dibatasi dalam pelaksanaan agama mereka. Bahkan, ada yang
              merasa bahwa Islam di Hindia dipimpin oleh sebuah pemerintah nonmuslim.
              Apakah pemerintahan semacam ini sah? Mengingat situasi ini, kami Pribumi
              Muslim, yang sekarang dengan sadar melangkah menuju lapangan kemajuan,
              meminta pengakuan sejelas mungkin dari pemerintah mengenai apakah kami
              tidak  siap  menerima  kemajuan  karena  kami  tidak  bisa  mengelola  rumah
              (yakni agama) kami sendiri. Tidak! Semestinya tidak ada pengakuan semacam
              itu. Kami tidak lagi senang ada orang lain turut campur dalam rumah kami.
              Namun, kami bukan orang-orang congkak. Kirimkan Dr. Snouck Hurgronje
              untuk mempelajari Islam selama dua ratus tahun lagi! Dia tidak akan pernah
              mengetahui, memahami, apalagi merasakan Islam kami yang sebenarnya. Dan,
              kami juga tidak perlu bertanya kepada seorang bupati karena jawabannya pasti
              akan sejalan dengan nasihat Dr. Snouck Hurgronje. 53

              Meski  ini  bukanlah  kali  pertama  seorang  Penasihat  dikritik  secara
          terbuka oleh anggota Sarekat Islam, kritiknya jauh lebih eksplisit ketimbang
          sebelumnya  dalam  pembingkaian  Islam.   Pastinya  pemerintah  kolonial
                                              54
          semakin sadar bahwa politik tengah mengalami perubahan dan bahwa mereka
          tidak bisa lagi bersandar pada pendidikan mereka dan nasihat Snouck. Untuk
          tujuan  tersebut,  Hazeu,  yang  tidak  terdidik  sebagai  Islamolog,  mendesak
          Gubernur  Jenderal  untuk  memperluas  kantornya  dengan  mempekerjakan
          salah seorang lulusan terbaru Snouck, B.J.O. Schrieke (1890–1945). Putra
          seorang pendeta Protestan, Schrieke telah beradaptasi dengan metode Snouck
          di  Leiden.  Dia  mempertahankan  tesis  mengenai  Serat  Bonang  pada  1916.
          Tesisnya itu lebih dari sekadar kajian diplomatik mengenai salah satu teks
          pertama yang dibawa pulang ke Belanda. Seluruh bagian pendahuluannya,
          memanfaatkan  berbagai  hagiograf   yang  diterbitkan  dan  teks-teks  dalam
          perpustakaan Snouck, menuturkan kisah perpindahan agama di Hindia ke
          dalam Islam. Namun, terlepas dari jarak kritis sang pengarang, gagasan bahwa
          para wali pendiri adalah penyokong yang sadar terhadap pengetahuan tarekat
          ortodoks  tidak  dipertanyakan  secara ketat. Schrieke  barangkali  meragukan
          legenda Jawa yang mengklaim bahwa Sunan Bonang telah dibaiat oleh Sunan
          Gunung Jati (dan sebaliknya). Namun, jelas bahwa seperti gurunya, Schrieke
          merasa bahwa tarekat pasti sudah hadir di Jawa pada masa hidup kedua wali
          tersebut. Schrieke juga mengikuti jejak gurunya menuju Hindia dan menulis
                 55
   252   253   254   255   256   257   258   259   260   261   262