Page 259 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 259

238  —  MASA LALU SUFI, MASA DEPAN MODERN


          setelah Schrieke menulis laporannya, orang Sunda itu mengulangi tawarannya
          kepada Rinkes. Surkati menulis bahwa dia telah tinggal di bawah kekuasaan
          Belanda  selama  tujuh  tahun  dan  dia  mengagumi  pekerjaan  “orang-orang
          besar” seperti para penasihat yang bekerja demi mengangkat moral masyarakat.
          Surkati berharap dapat berkontribusi terhadap usaha tersebut melalui berbagai
          khotbah yang memberikan “sebuah program yang jelas terkait dengan semua
          kelas yang terhormat, jika ini menyenangkan pemerintah”. Dia meramalkan
          bahwa hal ini akan menghasilkan keamanan menyeluruh, pemahaman yang
          lebih baik antara pemerintah dan yang diperintah, dan meningkatkan praktik
          agama, yang terakhir dianggapnya sangat penting dalam iklim pascaperang. 60
              Al-Habsyi, penerus Sayyid ‘Utsman, juga sama inginnya agar Belanda
          berpihak pada kaum ‘Alawi. Meski terdapat hubungan yang hangat antara
          Surkati dan para penasihat di Jawa, di Sumatra Schrieke beralih memberikan
          dukungan lebih jauh kepada pengikut Ahmad Khatib, khususnya ‘Abdallah
          Ahmad ketika dia ditugasi untuk mengawasi atmosfer yang makin tegang di
          Pesisir Barat Sumatra pada 1919. Beberapa bukunya, seperti serangan-serangan
          Ahmad Khatib yang dicetak di Padang, langsung bersumber dari ‘Abdallah
          Ahmad, yang kali pertama memantiknya dan ikut serta dalam perdebatan
          al-Imam. Schrieke bahkan turun tangan memberi mereka pengakuan sebagai
          otoritas muslim dalam perdebatan publik yang sengit mengenai doktrin dan
          jabatan di Raad Agama. 61
              Sebagian  besar  dari  yang  dipikirkan  Schrieke  mengenai  gerakan
          reformis sebagai kekuatan modernisasi yang rasional bisa dikumpulkan dari
          korespondensinya dengan ‘Abdallah Ahmad. Simpulan yang dibuat mendapat
          dukungan  lebih  jauh  dari  artikel  yang  dikirimkannya  kepada  TBG  pada
          Februari 1920. Setelah memulai dengan diskusi mengenai Perang Padri dan
          membongkar penyamaan sebelumnya oleh Veth antara kaum Islamis dataran
          tinggi  dan  Wahhabiyyah,  Schrieke  memerinci  berbagai  persoalan  yang
          tengah diperdebatkan di Sumatra Barat; dari bangkitnya Naqsyabandiyyah
          dan “ortodoksi” Mekah yang baru di bawah Syekh Isma‘il hingga gerakan
          tandingan  para  elite  Adat  dan  kaum  ‘Alawi  di  Singapura  dan  Batavia.
          Dengan melakukan hal tersebut dia secara terlalu sengaja meniru gurunya,
          menunjukkan  bahwa  pemahaman  yang  tepat  terhadap  “Islam  ortodoks
          masa kini” harus didasarkan pada “penafsiran mutakhir terhadap teks-teks
          otoritatif”, yang dalam pikirannya berarti tulisan-tulisan Snouck serta tulisan-
          tulisan Ahmad Khatib. 62



          SIMPULAN
          Snouck bisa jadi secara f sik tidak berada di Indonesia pada dekade kedua
          abad  kedua  puluh,  tetapi  para  penasihat  yang  dididiknya  sangat  tersedia.
   254   255   256   257   258   259   260   261   262   263   264