Page 261 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 261

DU A   BEL AS

           PENGERASAN DAN PERPISAHAN


                                  1919 – 1942












              idak  semua  unsur  gerakan  nasional  se-“modern”  (atau  sesabar)  Kaum
         TMuda Sumatra. Pada 1916 Sarekat Islam cabang Padang yang baru saja
          didirikan segera terpecah antara para pewaris Ahmad Khatib dan mereka yang
          beraf liasi dengan elite tradisional dan para sekutu Suf  (baru) mereka yang
          dipimpin Khatib ‘Ali yang Naqsyabandi.  Dua insiden membuat kaum Etisis
                                            1
          Snouck terluka dan terbunuh pada 1919. Yang pertama, kunjungan perwakilan
          Sarekat  Islam  untuk  “Pulau-Pulau  Luar”,  Abdoel  Moeis  (1883–1959),  ke
          Sulawesi  pada  Mei  menimbulkan  pemogokan  menentang  kerja  paksa  dan
          pembunuhan Kontrolir di Toli-Toli, J.P. De Kat Angelino. Kemudian, pada
          awal Juni, seorang guru kecil dari Garut dan beberapa anggota keluarganya
          ditembak  di  rumah  mereka  setelah  menolak  permintaan  Asisten  Residen
          untuk mengirim beras. 2
              Perincian insiden yang terakhir, yang kadang dikenal sebagai Peristiwa
          Garut,  segera  diperdebatkan,  terutama  jumlah  para  pengikut  sang  guru,
          Haji  Hasan  dari  Cimareme,  dan  apakah  mereka  merencanakan  serangan
          terhadap para serdadu pemerintah di luar rumah. Di satu pihak, komandan
          Belanda yakin bahwa para penduduk menyiapkan diri untuk menyerang. Di
          pihak lain, para saksi mengklaim bahwa mereka sedang melantunkan dzikr
          tarekat.  Namun, meski dirinya adalah pengamal  dzikr,  Haji  Hasan  paling
                3
          banter memiliki hubungan tak langsung dengan apa yang belakangan oleh
          para  pejabat  disebut  “Seksi  B”  (Afdeling  B)  dari  cabang  Sarekat  Islam  di
          Ciamis, yang dibentuk setelah gerakan tersebut menyebar ke Dataran Tinggi
          Priangan dan, seperti di Padang, merekrut anggota jaringan tarekat yang lebih
          tua yang sekarang menyadari bahwa lebih praktis menyusupi SI ketimbang
          memeranginya.  Seorang  Suf ,  Haji  Samsari  dari  Tasikmalaya,  mengklaim
          bergabung  dengan  Sarekat  Islam  pada  1917  karena  program  kemajuannya
          terlihat menikmati restu pemerintah. Namun, dia mengeluh bahwa cabang
          tersebut menjadi radikal setelah pada 1919 Ciamis dikunjungi Sukino dari
   256   257   258   259   260   261   262   263   264   265   266