Page 60 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 60

MENERIMA SEBUAH AJARAN BARU  —  39


               derajat  kausalitas  yang  mereka  kaitkan  pada  kehendak Tuhan  vs  tindakan
               manusia.  Ketika  al-Sanusi  bicara  mengenai  rahasia-rahasia  dzikr,  Zayn
               al-Din  menambahkan  bahwa  sementara  ulama  biasa  harus  mengulangi
               kalimat “Tiada tuhan selain Allah” sebanyak tiga ratus kali sehari, Suf  harus
               melakukannya setidaknya dua belas ribu kali, terutama jika diperintahkan
               demikian oleh tarekat. 35
                    Meskipun  ada  penyebutan  tarekat,  para  pembaca  teks  al-Sanusi  atau
               bahkan  komentar  Zayn  al-Din  yang  tidak  berpengalaman  tidak  mungkin
               akan siap menerima pengajaran cara-cara sebuah tarekat dari tangan syekhnya,
               terutama mengingat keunggulan yang diberikan pada pengetahuan tentang
               Syari‘ah. Sang murid pertama-tama harus menghafalkan kitab-kitab mengenai
               tata bahasa, seperti Ajurrumiyya yang diberi judul sesuai nama pengarangnya,
               yaitu Abu ‘Abdallah Muhammad b. Da’ud b. Ajurrum (w. 1323). Baru setelah
               itu dia mampu mendekati karya-karya f kih yang lebih padat beserta berbagai
               komentar dan komentar-atas-komentarnya. Kitab-kitab f kih kerap memerinci
               berbagai kewajiban dasar yang sama, mulai dari urusan kebersihan, ritual,
               shalat, haji, warisan, hingga jihad. Dalam hal f kih, “pendekatan” atau “aliran
               yuridis” (madzhab) Imam Syaf ‘i memang paling diikuti di Asia Tenggara,
               tetapi keempat mazhab Suni lainnya tetap dinyatakan absah. 36
                    Pengetahuan  yang  diperoleh  seorang  murid  akan  bergantung  pada
               pengalaman  pribadi  sang  guru  sehingga  aman  untuk  mengatakan  bahwa
               kitab-kitab  inti  Imam  Syaf ‘i  dibaca  di  mana-mana.  Melalui  kitab-kitab
               tersebut,  para  murid  menjadi  tahu  betapa  aturan-aturan  f kih  bergantung
               pada  prinsip-prinsip  umum  keimanan  dan  pada  berbagai  riwayat  sahih
               mengenai  perbuatan  Nabi.  Yang  lebih  penting,  mereka  akan  mempelajari
               makna substantif Al-Quran melalui penggunaan teks-teks tafsir. Teks tafsir
               yang paling populer di kalangan orang-orang Asia Tenggara adalah karya “dua
               Jalal”. Terkait dengan hal ini, Tarjuman al-mustaf d karya ‘Abd al-Ra’uf dari
               Singkel yang paling lama digunakan di wilayah-wilayah berbahasa Melayu
               di Nusantara, meskipun penggunaannya biasanya dikaitkan dengan silsilah
               “Qusyasyi” dari Syattariyyah.
                    Bukti mengenai berbagai persoalan yang disebutkan di atas dan mengenai
               berbagai strategi menghafal yang digunakan mudah ditemukan dalam banyak
               manuskrip  yang  tersimpan  dalam berbagai koleksi saat  ini.  Dalam  sebuah
               contoh  awal,  yang  disalin  di  Jawa  pada  1623,  kita  menemukan  sebuah
               ringkasan teks f kih karya Ba Fadl al-Hadrami (w. 1512) dengan terjemahan
               antarbaris yang tidak lengkap.
                                         37
                    Sebaliknya,  buku  catatan  kebanyakan  murid  jauh  lebih  penuh  sesak.
               Anotasi kata-per-kata yang dilafalkan oleh sang guru kerap berdesakan dengan
               penjelasan lebih panjang di bagian pinggir mengenai pentingnya sebuah istilah
               atau gagasan tertentu. Kelaziman yang terjadi dalam buku-buku semacam ini
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65