Page 63 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 63

42  —  INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI


          dan menempatkan diri mereka dalam sebuah garis transmisi? Meskipun ini
          pertanyaan yang sulit, dalam berbagai teks terdapat petunjuk mengenai apa
          yang  diharap  akan  dirasakan  oleh  individu.  Pada  27  Agustus  1810  Hazib
          Sa‘id menyelesaikan studinya di bawah bimbingan Nur Ahmad dari Tegal
          dan diberi lisensi untuk menyampaikan ajaran-ajarannya kepada orang lain.
          Setelah menyamakan baiatnya kepada sang syekh dengan janji setia kepada
          Tuhan—seperti  yang  diperintahkan  dalam  buku  panduan  Syattari  yang
          dikutip di atas—Hazib Sa‘id menyalin sebuah pernyataan, pertama dalam
          bahasa Arab dan kemudian pernyataan yang serupa (tetapi tidak persis) dalam
          bahasa Melayu, menegaskan berlanjutnya hubungan antara guru dan murid.
          Sebagaimana dinyatakan dalam pernyataan yang berbahasa Melayu:

              Aku  rela  dengan Tuhan  Allah  dan  aku  rela  dengan  Nabi  Muhammad  yang
              perintahnya kuikuti sejak kehidupan ini hingga akhirat. Aku rela Islam sebagai
              agamaku  dan  Al-Quran  yang  hukumnya  kuikuti.  Aku  rela  Kakbah  sebagai
              kiblatku untuk kuhadapi dengan dadaku. Aku rela untuk mengarahkan hatiku
              kepada Allah Yang Mahakuasa. Aku rela karena ruhku memuji Allah, dan aku
              rela karena indraku mendapat izin dari Allah Yang Mahakuasa, dan aku rela
              orang yang mengajariku menjadi guruku.  41

              Dari panduan berbahasa Melayu-Jawa, jelaslah bahwa Hazib Sa‘id dan
          Baba  Salihin  menyelesaikan  program  yang  sama.  Keduanya  juga  memiliki
          silsilah  yang  menyebut-nyebut  Hamza  al-Fansuri,  meskipun  hanya  dalam
          konteks  pernyataan  bahwa  ‘Abd  al-Ra’uf  dari  Singkel  tergolong  dalam
          kelompok  orang  “Jawi”  yang  sama.   Pertanyaan  apakah  Hazib  Sa‘id  dan
                                         42
          Baba Salihin menganggap diri mereka sebagai bagian dari orang-orang ini
          sulit untuk dijawab, dan sama sekali tidak jelas bahwa para guru tersebut, atau
          murid-murid mereka, mewakili orang beriman pada umumnya di Jawa abad
          kesembilan belas. Dengan mengingat pembatasan ini, kita perlu memikirkan
          cara-cara komunitas Islam dikomunikasikan di luar konteks elite para syekh
          tarekat dan sekolah-sekolah yang baru muncul yang kadang mereka bina.



          MENUJU SEBUAH PUBLIK MUSLIM?
          Sudah  dijelaskan  bahwa  ruang  publik  muslim  modern  mengakar  pada
          berbagai  kelompok  sosial  dan  gerakan  populer  yang  lebih  awal,  termasuk
          pada apa yang sekarang disebut persaudaraan Suf  “internasional”.  Berbagai
                                                                  43
          tradisi Islam, seperti shalat berjemaah, hidangan syukuran, dan ziarah pada
          makam  para  wali,  menyebar  dalam  sangat  banyak  cara.  Tradisi  lainnya
          yang juga lazim adalah minat terhadap kisah-kisah para nabi dan wali, yang
          dituturkan  kepada  para  pendengar  yang  tertarik  terhadap  tafsir  Al-Quran
          dalam bentuk mistisnya. Dalam hal ini pula telah dijelaskan bahwa sastra
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68