Page 68 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 68

REFORMASI DAN MELUASNYA RUANG MUSLIM  —  47


               reformis awal abad kedua puluh dengan pihak yang sesekali menjadi sekutu
               mereka di wilayah yang sekarang menjadi Arab Saudi. Sekarang kita akan
               kembali ke Arabia.


               GUNCANGAN WAHHABI
               Ahmad  b.  Zayni  Dahlan  (1816–86)  menulis  pada  1880-an  yang  isinya
               menyesali  perilaku  tak  terkendali  orang-orang  Jawi  yang  mendengarkan
               puisi-puisi  al-Dayba‘i  dalam  sebuah  fatwa  yang  disusun  di  Mekah  serta
               menggambarkan dua malapetaka yang menimpa penguasa Utsmani, Sultan
               Selim III (berkuasa 1761–1808). Malapetaka pertama adalah invasi Prancis ke
               Mesir pada 1798. Invasi ini menurut Dahlan mempercepat malapetaka kedua,
               yaitu puncak ledakan besar “perselisihan” gerakan Wahhabi yang dimulai oleh
               Muhammad b. ‘Abd al-Wahhab (1703–92).
                    Menurut  Dahlan,  perang  kali  pertama  meletus  pada  1790–91
               setelah  kegagalan  Wahhabi  melarang  banyak  praktik  yang  didukung  oleh
               para  pendahulu  Dahlan.  Pada  dekade  berikutnya  Wahhabiyyah  berhasil
               memperoleh baiat kesukuan dan, pada 1803, menyapu bersih Ta’if. Mekah
               saat  itu  sedang  sibuk  menuntaskan  musim  haji.  Setelah  itu,  orang-orang
               ditindas  dan  dihalang-halangi  melakukan  perbuatan-perbuatan  yang
               menjurus politeistis seperti mencari perantaraan (tawassul) dari para wali atau
               mengunjungi makam mereka (ziyarah). Dahlan mencemooh sikap Ibn ‘Abd
               al-Wahhab  dan  mengklaim  bahwa  kedua  praktik  tersebut  disahkan  dalam
               tradisi  Kenabian.  Dahlan  mengajukan  klaim  tersebut  dengan  mengutip
               guru Ibn ‘Abd al-Wahhab sendiri (juga guru al-Falimbani), Muhammad b.
               Sulayman al-Kurdi. 1
                    Garnisun Wahhabi dapat dipukul mundur dari Mekah, tapi kisah belum
               berakhir. Setelah perang-perang selanjutnya, Mekah kembali diduduki pada
               Februari 1806. Lalu, menyusul Madinah. Kedua kota tersebut tetap di bawah
               pemerintahan Wahhabi selama tujuh tahun. Selama masa itu, kaf lah-kaf lah
               haji dari Suriah dan Mesir dihalang-halangi, konsumsi tembakau dilarang,
               dan  penghancuran  kubah  di  atas  makam-makam  wali  dimulai.  Selain  itu,
               sebagaimana diingat dengan tajam oleh Dahlan, membaca Dala’il al-khayrat
               dengan nyaring juga dilarang.  Dahlan kemudian menegaskan bahwa setelah
                                         2
               kemenangan  gemilang  Utsmani  melawan  kekuatan-kekuatan  Kristen,  raja
               muda  Mesir,  Muhammad  ‘Ali  Pasha  (berkuasa  1805–48),  diperintahkan
               mengokohkan  kembali  kendali  Utsmani.  Mekah  berhasil  direbut  kembali
               pada 1813. Saat ini, berita mengenai kekejaman Wahhabi telah menyebar
               ke  seluruh  dunia  Islam.  Seseorang  asal  Madinah,  yang  menyebut  dirinya
               keturunan Ahmad al-Qusyasyi, menyuguhi penguasa Bone dengan berbagai
               cerita  mengenai  betapa  kaum  Wahhabi  memerintahkan  semua  kubah
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73