Page 70 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 70

REFORMASI DAN MELUASNYA RUANG MUSLIM  —  49


               dari Kota Tua, Cangking (w. 1824), yang sejauh berkaitan dengannya konon
               telah membalas dengan “kitab tarekat” yang sama-sama anonim. 7
                    Walaupun  begitu,  mungkin  saja  memercayai  rekonstruksi  peristiwa-
               peristiwa yang menyertai sebuah transisi dari tarekat yang terbatas menjadi
               tarekat yang mengklaim otoritas yang berakar pada praksis Mekah (jika bukan
               Wahhabi). Laporan utama mengenai perang tersebut, yang ditulis oleh Syekh
               Jalal al-Din Ahmad dari Samiang, Kota Tua, juga dikenal sebagai Faqih Saghir,
               mendukung skenario ini.  Seorang juru bicara mendiang Tuanku Nan Tua,
                                     8
               Jalal al-Din menjelaskan secara ringkas sebuah sejarah kontroversial mengenai
               reformisme  yang  diluncurkan  oleh  gurunya,  yang  ditampilkannya  sebagai
               wali pewaris garis silsilah ‘Abd al-Qadir al-Jilani, yang telah memerintahkan
               ‘Abd al-Ra’uf untuk mengislamkan Sumatra dan menyebarkan pengetahuan
               tarekat  ke  Ulakan.  Namun,  yang  menarik,  Jalal  al-Din  tidak  menyebut
               Burhan al-Din, yang kerap dihubungkan dengan Islamisasi kawasan tersebut.
                    Perang  kali  pertama  meletus  ketika  fatwa  keras  Nan Tua  menentang
               perjudian dan konsumsi minuman keras ditolak oleh elite tradisional. Masjid
               serta sekolah Jalal al-Din dibakar sebagai tindakan balasan, yang mengundang
               pembalasan serupa dari kaum reformis. Setelah itu, menurut Jalal al-Din, dia
               dan  gurunya  menyadari  bahwa  kekerasan  tidaklah  berguna  dan  berdamai
               dengan lawan-lawan mereka. Namun, perdamaian tidak bisa diterima oleh
               sebagian Tuanku yang lebih muda, yang terus membakari desa-desa lawan
               mereka dan membunuhi serta memperbudak penduduknya. Salah seorang
               penghasut yang menonjol adalah tokoh yang sudah disebutkan sebelumnya,
               Tuanku Nan Rinceh, yang berperan sebagai pelindung bagi salah seorang dari
               tiga  haji  yang  konon  menyaksikan  pengambilalihan  Mekah  yang  pertama
               dan mendorong kampanye menentang semua penyimpangan lokal. Setelah
               Tuanku Nan Rinceh dan rekan-rekannya mengejek perintah Nan Tua agar
               desa-desa dengan penduduk Muslim tidak dianiaya, delapan pemberontak
               muda  terkemuka  berusaha  menemukan  seorang  imam  baru  untuk
               mengesahkan tindakan-tindakan mereka. 9
                    Sampai titik ini dalam penuturan Jalal al-Din, jalinan tak terucapkan yang
               tampaknya mengikat para Tuanku dari dataran tinggi adalah tarekat Syattari
               ‘Abd al-Ra’uf. Adalah ajaran-ajaran Syattari yang pura-pura dibela oleh para
               pendukung Nan Tua ketika para Tuanku pemberontak mengajukan juru bicara
               pesaing mereka, Tuanku Nan Salih. Ini bisa disimpulkan dari kenyataan bahwa
               Tuanku Nan Salih adalah putra dari seorang korban kampanye Nan Tua pada
               masa sebelumnya, yang dikenal bukan karena ketidaktaatannya, melainkan
               karena  oposisinya  terhadap  ajaran  Syattari  dan  pastinya  otoritas  Ulakan.
               Juga tampak bahwa Tuanku Nan Rinceh dalam kampanyenya yang berapi-
               api itu diikuti oleh seorang Tuanku di Samani, yang namanya paling tidak
                                                                               10
               menunjuk pada tren reformis yang lebih tua yang menyaingi Syattariyyah.
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75