Page 79 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 79

58  —  INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI


          pesat pada pengujung abad sebagai kaum putihan Jawa yang berpengaruh.
          Kadang  mereka  berhasil  demikian  di  wilayah-wilayah  tempat  para  bupati
          sendiri aktif dalam melakukan haji dan mendorong pelaksanaannya kepada
          warga mereka. Namun, meski bisa dibuat sebuah kaitan antara meningkatnya
          minat  rakyat  terhadap  Islam  dan  kemunculan  Naqsyabandiyyah  di  Jawa,
          kemungkinan  kecil  bahwa  mereka  ini  adalah  kelompok  yang  sama  yang
          barangkali mulai menerobos masuk ke Sumatra Barat pada 1820-an melalui
          Syekh Da’ud dari Sunur.
              Sebaliknya, sebuah upaya perumusan ulang tarekat ini, yang dirintis oleh
          tokoh yang lama bermukim di Bagdad dan Damaskus, Khalid al-Syahrazuri
          al-Kurdi  (1776–1827),  menerima  dimensi  yang  kian  populis  di  kawasan
          Timur Arab. Hal ini terjadi sebagiannya karena perumusan ulang tersebut
          menawarkan jalur yang lebih singkat menuju pencerahan. Pastinya upaya itu
          menarik redaktur dan murid Da’ud, Isma‘il al-Minankabawi. 45
              Dilahirkan  di  Kurdistan  Irak,  Khalid  tengah  menjalani  pencarian
          spiritual di Mekah ketika kota itu jatuh ke tangan Wahhabi untuk kali kedua.
          Setelah  menjalin  hubungan  dengan  seorang  guru  India  di  Madinah,  dia
          mengembara ke anak benua pada 1809. Sekembalinya ke Irak pada 1811,
          Khalid menawarkan ajaran-ajaran Naqsyabandiyyah versinya sendiri kepada
          para muridnya. Dikenal sebagai Khalidiyyah, versinya itu menonjol karena
          klaim sebagai praksis yang paling setia terhadap amalan para sahabat pertama
          Nabi.
              Sejalan dengan itu, Khalid kadang menyebut jalurnya sebagai Siddiqiyyah,
          mengikuti nama Abu Bakr al-Siddiq, sebuah kaitan yang disinggung dalam
                                                    46
          pengamatan Belanda yang merendahkan di atas.  Pada akhirnya, dia akan
          dikenal  terutama  karena  sejumlah  teknik  baru  yang  menambahi  praktik-
          praktik Mujaddidi yang lebih tua berupa memusatkan perhatian pada latifah-
          latifah,  apa  yang  disebut  sebagai  “seluk-beluk”  yang  terhubung  dengan
          titik-titik penting dalam tubuh. Di antara inovasi Mawlana Khalid adalah
          khalwah atau “penarikan diri” (dalam bahasa Melayu dikenal sebagai suluk),
          dan rabitah, atau “hubungan” yang terbentuk antara hati murid yang cakap
          dan hati sang syekh, yang citranya harus dibayangkan selama dzikr melalui
          konsentrasi penuh. 47
              Praktik-praktik  demikian  memunculkan  kontroversi  di  dalam  dan  di
          luar  lingkaran  Naqsyabandi,  terutama  ketika  Khalid  bersikeras  agar  para
          pengikutnya  hanya  membayangkan  citranya.  Namun,  tak  bisa  disangkal
          bahwa  metode-metodenya  berhasil  memopulerkan  tarekat  ini,  sebagian
          dibantu oleh kaitannya dengan klaim Utsmani yang sedang bangkit terhadap
          perlindungan atas dunia Islam yang lebih luas. Pada 1840-an salah seorang
          wakilnya  dari  Sulaymaniyyah  aktif  merekrut  anggota  di  Mekah,  dan  pada
          1867 pewaris terpentingnya di Suriah diundang untuk mendirikan pondok
   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84