Page 81 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 81

60  —  INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI


          yang mengunjungi pesantren itu pada 1839, Kiai Lengkong mengajari murid-
          muridnya agar makan dan tidur sekadar untuk bertahan hidup. Mereka juga
          menghabiskan  sebagian  besar  waktu  untuk  berbaring  tengkurap  membaca
          teks dengan cahaya yang masuk lewat lubang-lubang kecil di dinding kamar
          komunal mereka. 51
              Kiai Lengkong, yang oleh van Sevenhoven diklaim sebagai seorang haji,
          pada akhirnya tertarik pada putra-putra kelompok elite Jawa di tempat-tempat
          sejauh  Surabaya.  Hal  ini  membangkitkan  kemarahan  para  guru  pesaing
          sekaligus mengganggu para pejabat Belanda yang tidak mengerti. Sebagian
          dari guru-guru tersebut, yang memiliki koneksi priayi, menggambarkannya
          sebagai  bahaya  baru  bagi  negara;  persis  seperti  yang  diramalkan  “J.L.V.”,
          pengamat  Belanda  yang  dikutip  di  atas,  akan  menjadi  nasib  Agama  Dul.
          Maka, Kiai Lengkong pun dilaporkan kepada otoritas Belanda pada 1842
          dan dipaksa hidup dalam pengasingan di Tondano, Sulawesi Utara. 52
              Hubungan antara murid dari para guru semacam itu dan pengikut rival-
          rival  mereka  yang  lebih  memiliki  jaringan  secara  global  tidak  selalu  tegang;
          bahkan pihak yang disebut terakhir ini sendiri kadang-kadang juga dicurigai.
          Hal demikian terjadi pada Ahmad Rifa’i, yang bentrok dengan para pejabat
          yang diejeknya sebagai “padri” yang tidak becus pada 1850-an, dan yang secara
          retrospektif  dianggap  sebagai  seorang  Naqsyabandi  dalam  laporan  Belanda
                   53
          pada 1881.  Banyak hal bergantung pada konteks lokal dan hubungan pribadi,
          seperti disebutkan dalam catatan seorang Akmali yang aktif di Jawa pada 1880-
          an.  Berdasarkan laporan Akmali ini, yang dikenal sebagai Mas Rahmat, yang
            54
          menyatakan  ayahnya  adalah  seorang  sahabat  Diponegoro,  mampu  bergerak
          bebas di tanah-tanah perdikan di Jawa dan Madura, meskipun jelas bahwa dia
          lebih dekat dengan para priayi yang tidak puas ketimbang dengan kaum Suf  dan
          para ahli f kih yang dia klaim menghormati dirinya. Meski Mas Rahmat yang
          kaya itu memang dihormati oleh banyak orang, sulit untuk memercayai seluruh
          klaimnya.  Pastinya  kita  harus  meragukan  bahwa  para  cendekiawan  Madura
                                                                     55
          memintanya menafsirkan Bayan al-sirr (Penjelasan Rahasia) dan Tuhfa.  Pada
          masa itu mereka dianggap sebagai bagian dari golongan para ahli tata bahasa
          terbaik di Nusantara, dan ajaran tarekat tidak mungkin tak mereka ketahui.
          Sebagian pasti menganggap Mas Rahmat sebagai orang kaya baru. Lagi pula,
          dia belum pernah melaksanakan haji, yang dianggap merupakan tanda sebagai
          seorang guru Islam yang sepenuhnya berkomitmen di kalangan elite desa-desa
          perdikan, pondok-pondok independen, dan masyarakat luas di luarnya.



          TUJUAN-TUJUAN HAJI
          Sementara  orang-orang  yang  ingin  jadi  wali  seperti  Mas  Rahmat  bisa
          menemukan  keramahan  di  pondok-pondok  sebagaimana  tarekat-tarekat
   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86