Page 83 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 83

62  —  INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI


                                               63
          dan juga sejumlah ahli f kih dari Sumbawa.  Pada 1850-an sesuatu pastinya
          menarik lebih banyak murid dari Jawa Barat, yang sebelumnya lebih menyukai
          perjalanan ke barat laut ke Aceh, Kedah, atau bahkan Patani (sebuah situs
          penting  bagi  para  cendekiawan  dari  semenanjung  hingga  permulaan  abad
          kedua puluh).
              Ini  bukan  berarti  bahwa  perjalanan-perjalanan  di  Malaya  terhenti.
          Jaringan  Sumatra–Malaya  tetap  hidup,  bahkan  setelah  Belanda  memulai
          tiga dekade usaha mereka untuk menaklukkan Aceh pada 1873. Persilangan
          kedua jalur bukanlah Batavia-nya Belanda, melainkan Singapura-nya Inggris.
          Di sana jemaah haji, ahli f kih, dan Suf  bisa bertemu. Seperti Sumatra dan
          Jawa, Singapura menjadi saksi perselisihan antara para pendukung berbagai
          penafsiran  hukum  dan  Suf sme  yang  saling  bersaing.  Pada  awal  1850-
          an  Isma‘il  al-Minankabawi  dimuliakan  di  Penang,  Singapura,  Riau,  dan
          Kedah. Ini membuat murka Salim b. Sumayr, yang meyakini bahwa orang
          Minangkabau itu membaiat orang-orang ke dalam Naqsyabandiyyah tanpa
          persiapan sebelum membawa mereka kembali ke Kota Suci. Menurut sesama
          orang  Arab-nya,  Sayyid  ‘Utsman  dari  Batavia  (1822–1914),  Bin  Sumayr
          bahkan memiliki catatan sanggahan terhadap Isma‘il yang dicetak dan beredar
          di Singapura pada 1852–53. 64
              Ini  bukan  usaha  terakhir  seorang  Jawi  mengumpulkan  orang-orang
          cakap  untuk  keluarga  tarekat-tarekat  Naqsyabandi.  Pada  1860-an  seorang
          Kalimantan yang tinggal di Singapura, Ahmad Khatib dari Sambas (1802–
          72), memadukan ritual-ritual Naqsyabandiyyah dengan silsilah Qadiriyyah;
          yang  keduanya  diklaim  merupakan  gerak  maju  dari  Sammaniyyah.   Dia
                                                                     65
          menggalang dukungan dari Sumatra hingga Lombok di bawah wakil-wakil
          seperti  Ahmad  dari  Lampung,  Muhammad  Ma’ruf  di  Palembang,  dan
          Muhammad al-Bali.
                           66
              Setelah kematiannya, jubah Ahmad Khatib diwariskan kepada wakilnya
          di Banten, ‘Abd al-Karim, yang bermukim di Singapura pada awal 1870-an.
          ‘Abd al-Karim memperoleh banyak murid dari Jawa Barat hingga Madura.
          Pada 1889, misalnya, gabungan kota-kota Batavia, Tangerang, dan Buitenzorg
          memiliki  sekitar  38  guru  pesantren.  Delapan  di  antaranya  mengajarkan
          Suf sme tarekat kepada orang-orang dari semua kalangan, termasuk Komandan
          Manggabesar. Dari kedelapan guru tersebut, empat adalah Naqsyabandi yang
          terkait dengan Sulayman Afandi dan masing-masing memiliki rata-rata empat
          puluh murid. Angka ini disamai oleh dua “Qadiri” di Ciomas dan Citrap.
          Wakil  ‘Abd  al-Karim  yang  lain,  ‘Abd  al-Rahim  al-Asy’ari  dari  Buitenzorg,
          mengklaim jumlah murid yang menakjubkan: enam ribu. 67
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88