Page 87 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 87

66  —  INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI


          buku panduan semacam itu memainkan bagian dalam proses lebih luas untuk
          menyampaikan sebuah ortodoksi yang semakin didef nisikan dengan cetakan
          di kawasan ini. Patut dicatat bahwa penawaran percetakan-percetakan Melayu
          sejalan dengan peralihan sebelumnya ke arah penekanan yang jelas terhadap
          moralitas publik Ghazalian, meskipun karya-karya para Suf  spekulatif masih
          bisa ditemukan di perpustakaan-perpustakaan pribadi. 90
              Penyebutan cetakan ulang Bombay dan Istanbul sekaligus menunjukkan
          bahwa Singapura tidak lagi menjadi satu-satunya sumber teks-teks tersebut.
          Selain  itu,  ada  pengaruh  kondisi  pasar.  Sebagaimana  diamati  Proudfoot,
          basis  komersial  percetakan  di  Asia  Tenggara  sebenarnya  adalah  publikasi
          puisi  dan  hikayat.  Pada  1870-an  bertambah  dengan  produksi  cerita-cerita
          populer, termasuk puisi Hamzah al-Fansuri dan kisah-kisah mukjizat dalam
          kehidupan  Muhammad.   Perkembangan  ini  tidak  menyenangkan  semua
                               91
          orang karena banyak santri tidak terlalu menyukai hikayat-hikayat populer.
                                                                         92
          Mereka bisa merasa lega dengan meningkatnya jumlah muatan yang secara
          eksplisit  bercorak  Islami  yang  diproduksi  jauh  di  luar  negeri,  termasuk  di
          Mekah. Juga dari percetakan-percetakan semacam itu berbagai serangan baru
          bisa diluncurkan.
              Seorang  kritikus  gigih  sekian  lama  menggunakan  percetakannya
          sendiri  untuk  menyampaikan  berbagai  kekeliruan  lawan-lawannya  dan
          membombardir publik dengan koreksi-koreksinya. Kritikus ini adalah Sayyid
          ‘Utsman, yang mulai memproduksi berbagai risalah di Batavia pada 1875.
                                                                         93
          Dilahirkan di Batavia pada 1822, cucu ‘Abd al-Rahman al-Misri itu belajar di
          Mekah antara 1841 dan 1847 kepada ‘Abd al-Ghani dari Bima dan Ahmad
          Dahlan sebelum berusaha menciptakan hidup dan karier untuk dirinya di
          Hadramaut.  Dia  kembali  ke  Batavia  pada  1862  dan  tampaknya  berusaha
          mengklaim  posisi  para  pendahulu  Jawi-nya  karena  sebuah  ode  anumerta
          menunjukkan bahwa dia pergi ke sana untuk menggantikan gurunya yang
          sakit, ‘Abd al-Ghani Bima. 94
              Pastinya,  hal  tersebut  menunjukkan  hasrat  adanya  otoritas  yuridis
          utama bagi kaum Muslim Jawi secara umum. Untuk mereka, Sayyid ‘Utsman
          menghasilkan tulisan yang ajek. Dengan kata-kata yang tajam, dia mengutuk
          apa pun yang dianggapnya sebagai “inovasi” (bid’ah). Namun, tidaklah benar
          bahwa semua inovasi dianggap sebagai bidah oleh para cendekiawan muslim.
          Arsyad al-Banjari, misalnya, mengambil sikap bahwa hal-hal seperti tafsir dan
          penjelasan kebahasaan merupakan inovasi, tetapi semua itu sangatlah penting.
          Begitu  pula,  diskusi  mengenai  Suf sme  atau  pendirian  sekolah-sekolah
          merupakan praktik yang diterima, dan menghiasi manuskrip dengan gambar
          tidak disukai tetapi ditoleransi.  Sayyid ‘Utsman pastinya setuju karena dia
                                    95
          memproduksi banyak komentar dan diskusi berbahasa Melayu yang mengejek
          karya-karya yang disukai oleh rival-rival lokalnya. Selain itu, dia adalah seorang
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92