Page 91 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 91

70  —  INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI

          PERCETAKAN SUFI

              Ketahuilah, wahai Murid, bahwa kitab-kitab mengenai tarekat itu banyak, jelas,
              dan terkenal.  (Muhammad al-Khani, al-Bahja al-saniyya, Kairo, sekitar 1901)
                        109
          Untuk memahami proses bagaimana Naqsyabandiyyah berhasil mengungguli
          Syattariyyah di Asia Tenggara, kita harus mengingat peran menonjol yang
          dimainkan  oleh  percetakan,  sebuah  peran  yang  melengkapi  keunggulan
          Naqsyabandiyyah yang lebih harf ah di Jabal Abi Qubays. Seorang cendekiawan
          terkemuka mengenai percetakan Melayu menyatakan bahwa banyak literatur
          ibadah Suf  pastinya ada dalam bentuk tercetak di Asia Tenggara—termasuk
          buku-buku doa, wasiat, dan teks-teks azimat. Ini adalah gambaran yang juga
          kita jumpai di tempat-tempat lain sekaligus menunjukkan bahwa penerimaan
          percetakan mungkin bergantung pada beragam jenis khalayak pembaca yang
          saling terhubung yang ada dalam berbagai persaudaraan Suf . 110
              Kaum  Naqsyabandi  Suriah  sangat  aktif  dalam  menyebarkan  warisan
          al-Sya’rani  dan  menerbitkan  buku-buku  panduan  mereka  di  Istanbul,
          Beirut,  dan  Kairo.  Buku-buku  panduan  seperti  Jami’  al-usul  f   l-awliya’
          (Kompilasi Asal Usul para Wali) yang disusun secara alfabetis karya Ahmad
          b.  Mustafa  al-Kumushkhanawi  (sekitar  1812–sekitar  1893)  dan  Bahja  al-
          saniyya (Kegembiraan yang Cemerlang) karya ‘Abd al-Majid b. Muhammad
          al-Khani, yang menjelaskan berbagai teknik dan terminologi Naqsyabandi,
          tersedia  secara  luas  dan  berhasil  sampai  ke  Asia  Tenggara  lewat  tangan
          jemaah  haji  yang  pulang.   Demikian  pula  karya-karya  para  guru  Asia
                                 111
          Tenggara. Ahmad Khatib dari Sambas pastinya memanfaatkan percetakan,
          dan  1870  mengeluarkan  publikasi  buku  pegangan  pendeknya,  Futuh  al-
          ’arif n  (Kemenangan-Kemenangan  Kaum  Berilmu).  Diselesaikan  di  Mekah,
          dan  disalin  oleh  muridnya  yang  orang  Palembang,  Muhammad  Ma’ruf,
          cetakan  Singapura  ini  menampilkan  penafsirannya  terhadap  ritual-ritual
          Naqsyabandi dipadukan dengan silsilah tarekatnya sendiri, Qadiriyyah wa-
          Naqsyabandiyyah. 112
              Meskipun ada berbagai keberatan diajukan mengenai silsilah dan kualitas
          litograf nya yang rendah, anggota tarekat yang besar menjadi pasar terkurung.
          Sebuah versi tipograf s yang jauh lebih rapi dari karya tersebut yang disalin
          oleh Muhammad al-Bali mendapat tempat dalam Miriyya Press di Mekah
          pada 1887/88, yang dijuduli ulang menjadi Fath al-‘arif n (Kemenangan Kaum
          Berilmu).  Pada Futuh al-‘arif n cetakan 1870, nama-nama para penerjemah
                 113
          dan  penyalin  yang  dipekerjakan  di  Singapura  menyebutkan  setidaknya
          seorang Khalidi. Ini barangkali berkat usaha keras Isma‘il al-Minankabawi,
          yang  Mawahib  rabb  al-falak  (Anugerah-Anugerah  Tuhan  Pemilik  Langit)
          karyanya muncul di Penang pada 1868 dengan sponsor seorang pemilik toko
          dari Palembang.  Para patron semacam itu pastinya tidak menentang usaha
                       114
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96