Page 93 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 93

72  —  INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI

          SANG SAYYID DAN PARA WALI

          Meskipun hanya sedikit teks yang lestari, percetakan tentu memainkan peranan
          dalam  perdebatan  antara  para  syekh  yang  bersaing  di  jalanan  Singapura,
          Palembang, dan Batavia. Seperti halnya di Mekah yang menjadikan pamf et
          sebagai  sarana  dalam  usaha  para  pengarangnya  untuk  mendaki  ketinggian
          Jabal  Abi  Qubays.  Walaupun  begitu,  meyakinkan  publik  bukanlah  satu-
          satunya kunci keberhasilan karena patronase kerajaan adalah hal penting di
          seluruh wilayah Utsmani. Banyak hal juga terjadi di Hindia Belanda, dan
          selain pengesahan yang dicarinya dari jantung kecendekiawanan Imperium
          Utsmani,  Sayyid  ‘Utsman  juga  diuntungkan  oleh  hubungannya  dengan
          negara kolonial.
              Hubungan  Sayyid  ‘Utsman  dengan  Belanda  menyatu  erat  setelah
          salah  satu  elemen  tarekat  Qadiriyya  wa-Naqsyabandiyya  membantai  para
          pejabat Belanda dan pribumi di Cilegon, sebuah kota di Jawa Barat, pada
          9  Juli  1888.   Setelah  itu,  buku-buku  Sayyid  ‘Utsman  mengenai  tarekat
                    123
          disubsidi  oleh  pemerintah.  Ini  mencakup  pencetakan  ulang  Nasiha-nya,
          Manhaj al-istiqama f  l-din bi-l-salama (Bimbingan Menuju Agama Membuat
          Amalan yang Selamat) karyanya yang lebih lengkap dari 1890, dan sebuah
          pengolahan ulang Wathiqa-nya yang disederhanakan dalam bahasa Melayu:
          Arti  tarekat  dengan  pendek  bicaranya,  pada  1891.  Buku  yang  terakhir  ini
          menawarkan  indikasi  paling  jelas  mengenai  sikapnya  bagi  khalayak  Jawi.
          ‘Utsman  menegaskan  bahwa  para  mistikus  sejati  mengarahkan  pujiannya
          kepada Tuhan tanpa hasrat akan imbalan, di bawah bimbingan para guru
          seperti Baha’ al-Din Naqsyaband dan ‘Abd al-Qadir al-Jilani, berkumpul di
          rumah-rumah yang diwakafkan oleh para penyokong yang saleh. Para guru
          ini juga menyusun banyak sekali buku, tetapi penyebarannya dibatasi agar
          tidak membingungkan kalangan awam.
              Seiring berjalannya waktu, banyak Suf  palsu menyusupi perkumpulan-
          perkumpulan mereka. Guru-guru palsu pun bermunculan. ‘Utsman sangat
          spesif k dalam hal ini, dengan mengklaim bahwa “empat puluh tahun terakhir”
          telah menyaksikan munculnya banyak penipu rakus yang memanfaatkan nama
          Naqsyabandiyyah.  Namun,  mereka  bisa  dikalahkan,  sebagaimana  banyak
          cendekiawan “Mekah dan di tempat-tempat lain” sudah mengalahkan para
          guru palsu berikut pengikut bodohnya. Pada titik ini ‘Utsman menuturkan
          kasus  “37  tahun”  sebelumnya  ketika  seorang  Minangkabau  (tak  bernama)
          datang  ke  Singapura  dan  mengklaim  sebagai  seorang  Naqsyabandi  hanya
          untuk diungkap kepalsuannya oleh Salim b. Sumayr. ‘Utsman juga sadar akan
          tindakan-tindakan “sekitar empat tahun lalu” yang dilakukan mentornya yang
          tak disebut namanya, Ahmad Dahlan. 124
              Walaupun Sayyid ‘Utsman didukung oleh subsidi negara, dia bukanlah
          alat Belanda. Penentangan ‘Utsman terhadap tarekat mendahului ketertarikan
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98