Page 92 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 92

REFORMASI DAN MELUASNYA RUANG MUSLIM  —  71


               mengambil  keuntungan  personal  dari  penyebaran  pesan-pesan  Khalidi—
               ketika, misalnya, mereka membiarkan tetap ada kesan bahwa Syair Mekah dan
               Madinah adalah karya Syekh Isma‘il, bukan hasil suntingannya pada 1834
               terhadap teks Da’ud dari Sunur. 115
                    Aktivitas  cetak  ini  tidak  berarti  bahwa  ikatan  pribadi  yang  dibentuk
               melalui  transmisi  teks  tertulis  sekarang  sudah  menjadi  bagian  masa  lalu.
               Futuh al-‘arif n akan sampai ke Sumatra Barat serta Jawa Barat dalam bentuk
               salinan-salinan tercetak dan juga akan berfungsi sebagai basis bagi salinan-
               salinan yang ditulis tangan.  Seorang penjual buku dari Palembang yang
                                       116
               tinggal di Lampung diketahui menyimpan sebuah silsilah tulisan tangan dari
               utusan Ahmad Khatib, Muhammad al-Bali.  Tidak berarti dengan adanya
                                                     117
               percetakan,  tarekat-tarekat  pesaing  yang  memiliki  lebih  sedikit  koneksi
               internasional  menjadi  lenyap  seketika.  Bukti  dari  1890-an  menyatakan
               sebaliknya, bahwa tarekat-tarekat lokal pesaing menggunakan strategi yang
               sama. Tidak hanya ada rujukan terus-menerus terhadap para tokoh besar Suf 
               secara lebih luas dalam Kayf yyat khatm qur’an, juga terdapat petunjuk dzikr
               dan reproduksi dua silsilah paling masyhur; yang satu Syattari, dan satu lagi
               Sammani. 118
                    Volume-volume semacam itu sangat murah dibandingkan kitab-kitab
               pengantar pesantren atau kitab-kitab rujukan dari Kairo.  Selain itu, muncul
                                                               119
               pula sekumpulan syair berorientasi tarekat seperti Syair hakikat (1867) yang
               memberikan  berbagai  petunjuk  kepada  “semua  anak  Tuhan  yang  muda
               maupun tua”, dan Syair Mekah dan Madinah (1869) yang dikemas ulang sekali
               lagi sebagai sebuah panduan haji.  Contoh lainnya adalah Syair syariat dan
                                            120
               tarekat yang dulu kerap dijumpai, sebuah risalah 25 halaman berisi nasihat
               berima  yang  merenungkan  proses  penuaan  dan  pencarian  pengetahuan
               mengenai Ilahi, yang muncul kali pertama pada 1881. 121
                    Meskipun  materi  seperti  di  atas  tidak  mesti  menunjukkan  kekhasan
               tarekat tertentu, tetapi rujukan yang ajek terhadap penolakan hal duniawi
               menambah  kesan  umum  bahwa  ajaran  tarekat  tetaplah  sahih  dan  aktual.
               Harus  diakui  bahwa  tarekat-tarekat  yang  berorientasi  Mekah  memainkan
               peranan penting dalam mengomunikasikan modernitas, dengan penekanan
               terhadap keserentakan, keseragaman, ketepatan larangan karena pastinya tidak
               ada kesepakatan mengenai hari apa saat ini di Mekah, Padang, dan Batavia.
               Kita menyaksikan hal ini dalam perdebatan yang muncul di Sumatra Barat.
               Kaum Syattari setempat, yang meyakini penggunaan mata telanjang untuk
               menghitung permulaan bulan kamariah, ditantang oleh kaum Naqsyabandi.
               Kemungkinan besar mereka adalah para pengikut Khalidi dengan hubungan
               kepada  Syekh  Ahmad  Lampung  (lihat  Gambar  8),  yang  membanggakan
               penggunaan  cara  mereka  yang  “ilmiah”  terhadap  perhitungan  (hisab)  atau
               tabulasi yang tersedia di toko-toko buku yang kerap mereka kunjungi. 122
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97