Page 88 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 88

REFORMASI DAN MELUASNYA RUANG MUSLIM  —  67


               kritikus budaya Melayu yang gigih, menegaskan bahwa hikayat tradisional
               merupakan sisa-sisa kebudayaan Hindu yang menyimpang, terutama Hikayat
               Amir Hamza dan Hikayat Nabi Bercukur. Dia juga menyerang penggunaan
               azimat  “yang  dicetak  di  negara-negara  Arab”,  dan  berbagai  teks  berbahasa
               Arab,  Persia,  atau  terjemahan  Melayu  dan  Jawa  berisi  doa-doa  yang  tidak
               dapat dipastikan kesahihannya, seperti yang ditemukan di belakang salinan
               ayat-ayat Al-Quran yang dicetak di Singapura. Semua teks semacam itu harus
               dibakar, dan sebagai gantinya dia menyarankan risalah-risalahnya sendiri dan
               karya Ahmad Dahlan. 96
                    Meski ‘Utsman tidak menyukai hikayat-hikayat Melayu, dia menghabiskan
               lebih banyak waktu mengutuk Naqsyabandiyyah. Dia meluncurkan serangan
               pertamanya melalui karya berbahasa Melayu-Arab Nasiha al-aniqa (Nasihat
               yang Indah) dari 1883 dengan mendaur ulang serangan Ibn Sumayr terhadap
               Isma‘il  al-Minankabawi  dan  menambahkan  hal-hal  yang  berkaitan  dari
               tulisan Ahmad Dahlan. Pada 1886 karya ini diikuti sebuah risalah berbahasa
               Arab bertajuk al-Watsiqa al-waf yya (Dokumen yang Memadai). Dalam kedua
               kasus  itu,  ‘Utsman  mengklaim  bahwa  dia  menulisnya  untuk  menanggapi
               berbagai pertanyaan dari para pemohon lokal. Watsiqa juga ditujukan untuk
               memperbaiki kritik buku pertamanya dengan memberikan dokumentasi yang
               lebih lengkap. Setelah pertama-tama memberikan perhatian eksplisit terhadap
               nama-nama  hakikat  yang  sebenarnya  dan  para  pendirinya,  mulai  dengan
               sesama sayyid ‘Alawi, ‘Utsman menekankan bahwa pengetahuan tarekat yang
               sejati berlandaskan pada pengetahuan Syari‘ah. Di sini dia mengutip tulisan-
               tulisan al-Ghazali, al-Haddad, dan al-Yaf ‘i, sembari mengutip otoritas Mekah
               yang masih hidup, Abu Bakr Shatta’ dan Ahmad Dahlan.
                    Tak  diragukan  lagi  bahwa  kaum  Khalidi  adalah  target  utama  Sayyid
               ‘Utsman ketika dia mengikuti Ahmad Dahlan dalam mencerca baiat mereka,
               atau ketika dia menegaskan bahwa manuskrip-manuskrip lokal yang berisi
               syair-syair  yang  dikaitkan  kepada  Abu  Bakr  al-Siddiq  “menjadi  tertawaan
               orang-orang Arab dan Persia”. Meskipun hanya pernah mendengar tentang
               pertemuan-pertemuan malam (kaum Khalidi), ‘Utsman mengklaim pernah
               melihat praktik tarian dan nyanyian mereka, melantunkan syair-syair pujian
               mengikuti tabuhan genderang. ‘Utsman mencemooh para guru lokal mereka,
               yang  menurutnya  mengaku-aku  tahu  seni  kekebalan.  Sayyid  ‘Utsman
               berharap bahwa para pembacanya akan menyadari kekeliruan cara mereka,
               dan dia mendorong setiap murid untuk melakukan introspeksi yang serius.
                                                                               97
                    Polemikus  seperti  ‘Utsman  bisa  menggunakan  percetakan  untuk
               melawan  ortodoksi  Mekah  yang  baru,  tetapi  mereka  masih  memonopoli
               media  yang  baru  muncul  ini.  Untuk  mencapai  tujuan  tersebut,  Sayyid
               ‘Utsman  dengan  gigih  mengeluarkan  buku-buku  doa,  panduan  pelafalan,
               kalender kamariah atau waktu shalat, pengantar gaya menulis surat, kamus,
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93