Page 76 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 76

REFORMASI DAN MELUASNYA RUANG MUSLIM  —  55


               individual yang mereka berikan pada literatur pesantren Jawa yang mungkin
               menandingi karya-karya terjemahan yang dibuat untuk tanah Melayu oleh al-
               Falimbani, Arsyad al-Banjari, atau Da’ud al-Fatani.  Meski begitu, beberapa
                                                           35
               orang Jawa yang sezaman dengan Syekh Da’ud membuat tulisan dengan niat
               serupa,  termasuk  orang-orang  Jawa  yang  menjadi  rival  Ahmad  Rifa’i  dari
               Kalisalak (alias Ripangi, 1786–1875) dan Asy’ari dari Kaliwungu, Kendal.
               Putra pejabat senior masjid (penghulu) Kendal, Rifa’i, pergi ke Mekah pada
               akhir Perang Jawa. Dia mengikuti teladan Aceh dan Mekah, menghasilkan
               pengerjaan ulang teks-teks Syaf ’i dari sekitar 1837, sebelum kembali untuk
                                               36
               mendirikan sekolahnya sekitar 1839.  Asy’ari juga aktif belajar di Semarang
               dan Terboyo, kemudian menghabiskan tujuh tahun di Aceh. Di sanalah dia
               kali  pertama  membaca  karya  Melayu  yang  menjadi  dasar  karya  dasarnya,
               Masa’ila (Pertanyaan-Pertanyaan), yang akan tetap digunakan di Jawa hingga
               1890-an. 37
                    Juga  terdapat  beberapa  catatan  dari  1880-an  mengenai  Kiai  Hajji
               Hamim dari Gadu Pesing, yang mengkhususkan diri dalam menerjemahkan
               karya-karya  berbahasa  Arab.  Namun,  kenangan  mengenai  dirinya  sudah
               memudar jika dibandingkan kenangan mengenai Salih dari Darat, Semarang
               (1820–1904), yang mempromosikan Hikam karya Ibn ‘Ata’ Allah versinya
               sendiri,  serta  beberapa  bagian  Ihya’  ‘ulum  al-din  karya  al-Ghazali. Salih,
                                                                          38
               putra pendukung Diponegoro yang lain, konon juga memiliki kaitan dengan
               warisan al-Falimbani melalui kakeknya.  Dengan demikian, ulama Jawa ini,
                                                 39
               sembari menjaga jarak dari Belanda, terlibat secara aktif dalam menganotasi
               f kih untuk konstituen lokal mereka. Namun, kontribusi mereka baru muncul
               di percetakan pada masa lebih belakangan dibandingkan karya orang-orang
               Melayu  yang  sezaman,  dan  cenderung  kalah  pamor  dibandingkan  karya-
               karya berbahasa Arab yang dihasilkan oleh cendekiawan-cendekiawan Arab
               yang  berada  di  tengah-tengah  mereka  dan,  serta  oleh  rekan  sesama  Jawi
               mereka yang bermukim di Mekah. Situasi semacam itu disinggung dalam
               memoar  seorang  mualaf  Kristen,  Kartawidjaja  dari  Cirebon  (1849–1914),
               yang mendaftar beragam karya yang rencananya akan dia pelajari pada awal
               1860-an di Pesantren Babakan, dekat Cirebon. Karya-karya meliputi Saf na
               karya Bin Sumayr dan beberapa judul yang disusun oleh para guru di Mekah
               dan Semarang, tempat para siswa terbaik dari Jawa Barat dan Tengah dikirim
               orangtua untuk menjadi santri atau kadang pergi haji. 40


               POPULARISASI TAREKAT LEBIH LANJUT: SEKITAR 1850–1890
               Pertumbuhan pesantren dan pelucutan elite priayi dari kekuasaan bisa jadi
               membantu fragmentasi hegemoni Syattari “Karang” yang sudah berlangsung
               lama. Kartawidjaja muda mengklaim bahwa dia bergabung dengan sebuah
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81