Page 31 - EBOOK_Renasans Jogja
P. 31
SKETSA
Rahasia Dapur
Latief S. Nugraha
Plenthit mengintip setiap orang yang lewat di jalan setapak samping rumahnya melalui celah gedheg dinding dapur. Ia sudah 31
mengenakan seragam putih merah lengkap dengan topi dan dasi bertuliskan Tut Wuri Handayani. Ia amati teman-temannya
yang berangkat lewat jalan itu. Begitulah yang dilakukannya setiap pagi. Dia hapal kapan Thole, Kelik, Gendhuk, dan
Dhenok lewat. Akan tetapi, bukan mereka yang ia nantikan. Plenthit menunggu Gawuk, sahabat karibnya, anak bungsu Lik
Blengkuk yang tinggal di wilayah Tangkil. Plenthit tinggal di sebuah dusun di sisi utara Kulon Progo, tepatnya di Dusun
Gebang, Kecamatan Samigaluh. Dusun kecil itu terbagi dalam beberapa wilayah penyebutan khas lokal, Tangkil, Mblabak,
Kayen, dan Nggarutan. Entah dari mana dan siapa yang memberikan sebutan-sebutan khas di tiap wilayahnya itu.
Jam dinding berkaca buram hitam jelaga yang dipasang di pilar dapur itu sudah menunjukkan pukul 06.30. Sarapan untuk
Plenthit sudah siap. Nasi putih, telur ceplok, garam, dan kecap manis. Hanya itu. Hanya seperti itu. Ditambah segelas susu.
Usai menghabiskan sarapan dan meminum segelas susu, sesuai perhitungan, Gawuk pun muncul di jalan setapak itu. Anak
pasangan Dul Lantip dengan Endang yang kini sudah kelas 4 SD itu pun segera bangkit dari amben, lalu berpamitan kepada
ibu, bapak, kakek, dan neneknya. Pagi itu dan pagi lainnya, begitulah situasi dan suasana yang tercipta.
***
Edisi 4/2017 | matajendela