Page 84 - Aplikasi Mikroba Pada Pakan Ternak
P. 84
5.2. Warna
Perubahan warna dapat terjadi karena respon sel tanaman
terhadap perubahan suhu yang dihasilkan dari proses metabolism
mikroba. Temperatur yang tinggi akan merusak warna bahan
pakan silase menjadi lebih gelap dari warna awalnya.
Mc.Donald (1981) menyatakan bahwa respirasi terjadi
pada awal pembuatan silase yang akan menghasilkan CO2, air
dan panas, Jika proses ini terjadi terlalu lama maka temperature
akan menjadi tinggi sehingga akan merusak warna hijauan.
Menurut Siregar (1996) warna silase yang baik mempunyai ciri
ciri yaitu warna hijau atau kecoklatan.
Secara alami proses fermentasi dalam pengolahan pakan
silase terjadi secara spontan. Artinya pada tahap awal proses
respirasi, jika kondisi silo kurang padat (kondisi kurang anaerob)
maka kerja/aktivitas mikroba lignoselulolitik, amilolitik atau
proteolitik dalam silo (tempat fermentasi) menjadi lambat. Hal ini
menyebabkan terjadinya akumulasi dari uap air (H2O) dan CO2
(gas) yang dihasilkan. Produksi CO2 yang tinggi menyebabkan
temperature (suhu) dalam silo meningkat. Suhu yang tinggi
merusak klorofil sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan
warna menjadi coklat tua atau hitam. Sedangkan akumulasi
produksi H2O yang tinggi menyebabkan munculnya jamur dan
media (substrat) yang difermentasi menjadi lebih basah, sehingga
hasil silase memiliki kadar air yang tinggi, bahan kering maupun
bahan organic cenderung menurun.
Upaya yang dilakukan agar proses respirasi pada tahap
awal fermentasi berjalan cepat maka beberapa peneliti melakukan
penambahan aditif. Aditif dapat terdiri dari bahan pakan mudah
larut (dimamfaatkan) seperti molases, urea, mineral dll. Dengan
adanya penambahan aditif maka aktifitas mikroba berlangsung
cepat, oksigen yang ada dimanfaatkan secara optimal, kondisi ini
72 | P a g e