Page 46 - Layla Majnun
P. 46
semut yang berani betapa hebatnya ia saat tertawa, ia membuka paruh-
nya lebar-lebar dan mulai terbahak-bahak. Pada saat itu, si semut lari dan
menyelamatkan diri, meninggalkan si ayam hutan yang bodoh itu sendiri-
an tanpa makanan.
“Dan begitulah, Ayah, jika seseorang tertawa saat situasi tidak
menuntutnya untuk bergembira, maka ia tak ubahnya si ayam hutan;
ia akan hidup dengan penyesalan karena tertawa terlalu dini.”
“Aku juga tak memiliki alasan untuk tertawa,” kata Majnun. “Bah-
kan keledai yang sekarat takkan menurunkan muatannya hingga ke-
matian benar-benar merenggutnya: lalu mengapa ia harus takut pada
kematian? Ayah memang telah memperingatkanku –namun pecinta
macam apa yang menganggap ancaman kematian secara serius? Seorang
pria yang termakan habis oleh cinta takkan gentar menghadapi kematian.
Seorang pria yang mencari kekasihnya takkan takut menghadapi dunia
dan juga perangkapnya. Mana pedang yang sedang bersiap-siap di atasku?
Biarkan ia menghujamku! Layla adalah satu-satunya rembulan dalam
duniaku: karena takdir telah mengirimkan awan hitam untuk menyembu-
nyikannya, maka biarkan bumi menelanku! Jika jiwaku telah terjatuh ka-
rena dirinya, maka jadilah seperti itu: setidaknya kejatuhanku terasa ba-
gaikan surga!
“Biarkanlah aku seperti ini, kumohon. Semangatku telah hancur,
dan jiwaku telah hilang selamanya, apa yang Ayah inginkan dariku?”